A. Pengertian
Perusahaan adalah suatu unit kegiatan yang melakukan aktivitas pengolahan aktivitas pengolahan faktor-faktor produksi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusi serta melakukan uapaya lain dengan tujuan memperoleh keuntungan dan memuaskan kebutuhan masyarakat. Atau suatu unit kegiatan ekonomi yang di organisasikan dan dijalankan sebagai organisasi produksi yang tujuannya untuk menggunakan dan mengkoordinir sumber-sumber ekonomi dengan tujuan untuk menyediakan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan dengan cara yang menguntungkan.
B. Tempat dan Kedudukan Perusahaan
Pemilihan tempat dan letak perusahaan merupakan faktor penting untuk menjamin tercapainya:
• Tujuan perusahaan
• Efisiensi perusahaan
• Daerah pemasaran produk
1. Tempat kedudukan perusahaan, adalah kantor pusat perusahaan tersebut yang dipengaruhi oleh faktor kelancaran hubungan dengan lembaga lainnya.
2. Letak perusahaan, adalah tempat perusahaan melakukan kegiatan fisik atau pabrik dipengaruhi oleh factor ekonomi, untuk efisiensi yang berkaitan dengan biaya.
3. Jenis-jenis letak perusahaan, dibedakan menjadi empat yaitu:
a. Terikat pada alam. Pada umumnya karena tersediaan dan kemudahan bahan baku.
Contoh : Perusahaan timah, emas, minyak bumi.
b. Terikat sejarah. Perusahaan menjalankan aktivitasnya di suatu daerah tertentu karena hanya dapat di jelaskan berdasarkan sejarah.
Contoh : Perusahaan batik, pekalongan.
c. Ditetapkan oleh pemerintah. Perusahaan yang didirikan atas dasar pertimbangan, keamanan, politik dan kesehatan.
Contoh : Perusahaan kimia, limbah dampaknya dapat ditekan serendah mungkin.
d. Dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi. Seperti yang bersifat industri adalah: ketersediaan bahan mentah, tenaga air, tenaga kerja, modal, transportasi, kedekatan dengan pasar, dan kesesuaian iklim.
C. Perusahaan dan Lembaga Sosial
Perusahaan adalah suatu unit kegiatan produksi yang menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat jadi bukan untuk mencapai keuntungan maximal tapi juga mempunyai tujuan membuka kesempatan kerja, pertimbangan politik dan upaya pengabdian kepada masyarakat.
1. Tujuan pendirian perusahaan, dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Tujuan ekonomis
Berkenaan dengan upaya perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya.
Contoh : Menciptakan laba, pelanggan, keinginan konsumen, tenaga produk, kualitas, harga, kuantitas, pelanggan (inovatif).
b. Tujuan sosial
Perusahaan memperhatikan keinginan investor, karyawan, penyedia, faktor-faktor produksi, maupun masyarakat luas.
Kedua tujuan tersebut saling mendukung untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu memberi kepuasan kepada keinginan konsumen ataupun pelanggan.
2. Perusahaan sebagai suatu sistem
Sistem adalah suatu kesatuan dari unit-unit yang saling berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Perusahaan adalah suatu sistem karena merupakan kombinasi dari berbagai sumber ekonomi yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi proses produksi serta distribusi barang dan jasa untuk mencapai tertentu antara lain keuntungan, pemenuhan kebutuhan masyarakat,maupun tanggung jawab sosial.
a. Kepada pemilik modal: pengelolaan keuangan dan kemajuan perusahaan.
b. Kepada lembaga peneliti: membantu pendanaan.
c. Kepada pekerja: membayar gaji dan memenuhi fasilitas kerja.
d. Kepada konsumen: menyediakan barang dan jasa yang bagus.
e. Kepada pemerintah: membayar pajak.
3. Sifat sistem perusahaan
a. Kompleks
b. Sebagai suatu kesatuan / unit.
c. Sifatnya beragam.
d. Saling tergantung.
e. Dinamis
4. Fungsi-fungsi perusahaan
Ada dua fungsi perusahaan apabila kedua fungsi tersebut dijalankan dengan lancer, terkoordinir, terintegrasi dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
a. Fungsi Operasi
Pembelian dan produksi, pemasaran, keuangan, personalia, fungsi operasi utama perusahaan, akuntansi, administrasi, teknologi informasi, transformasidan komunikasi, pelayanan umum dan uu, fungsi operasi penunjang.
b. Fungsi Manajemen
Perencanaan, pengorganisasian, pengarah, pengendalian.
Bila keduanya berjalan dengan baik perusahaan akan menjalankan operasinya dengan lancer, terkoordinasi, terintegrasidalam rangka mencapai tujuan.
5. Ciri-ciri perusahaan
Mencerminkan kekhasan yang membuat perusahaan bersangkutan mudah dikendali.
Ciri-ciri umumnya :
a. Operatif: adanya aktivitas ekonomi yang berkenaan dengan kegiatan produksi, penyedia / distribusi barang dan jasa.
b. Koordinatif: diperlukan koordinasi semua pihak agar saling mendukung satu sama lain untuk mencapai tujuan.
c. Regular: untuk mencapai kesinambungan perusahaan diperlukan keteraturan yang dapat mendukung aktivitas agar dapat selalu bergerak maju.
d. Dinamis: lingkungan selalu berubah oleh karena itu mampu mengikuti dan menyesuaikan diri terhadap perubahan.
e. Formal: tunduk kepada peraturan yang berlaku setelah memenuhi persyaratan pendirian,
f. Lokasi: perusahaan didirikan pada suatu tempat tertentu dalam suatu kawasan yang secara geografis jelas.
g. Pelayanan Bersyarat: keberhasilan perusahaan tersebut terhadap visi dan misi dalam suatu kawasan yang secara geografis jelas.
III. PEMBAHASAN
A. Lingkungan Perusahaan
Keseluruhan dari faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi perusahaan baik organisasi maupun kegiatannya. Pada dasarnya lingkungan perusahaan dibedakan menjadi :
1. Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal perusahaan yang berpengaruh tidak langsung terhadap kegiatan perusaan. Lingkungan eksternal meliputi variabel-variabel di luar organisasi yang dapat berupa tekanan umum dan tren di dalam lingkungan societal ataupun faktor-faktor spesifik yang beroperasi di dalam lingkungan kerja (industri) organisasi. Variabel-variabel eksternal ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu ancaman dan peluang, yang mana memerlukan pengendalian jangka panjang dari manajemen puncak organisasi.
Ada dua lingkungan yang berpengaruh disini, yaitu lingkungan societal dan lingkungan kerja. Lingkungan societal meliputi tekanan-tekanan umum yang mempengaruhi secara luas, misalnya tekanan di bidang ekonomi, teknologi, politik, hukum, dan sosial budaya. Tekanan ini terutama sering berpengaruh pada keputusan jangka panjang organisasi. Sementara itu, lingkungan kerja memasukkan semua elemen yang relevan dan mempengaruhi organisasi secara langsung. Elemen-elemen tersebut dapat berupa pemerintah, kreditur, pemasok, karyawan, konsumen, pesaing, dan lainnya.
Lingkungan eksternal perusahaan dapat dibedakan menjadi :
a. Lingkungan eksternal makro, adalah lingkungan eksternal yang berpengaruh tidak langsung terhadap kegiatan usaha.
Contoh :
• Keadaan alam: SDA, lingkungan.
• Politik dan hankam: kehidupan operasional perusahaan sangat terpengaruh oleh politik dan hankam negara dimana perusahaan berada menciptakan.
• Hukum
• Perekonomian
• Pendidikan dan kebudayaan
• Sosial dan budaya
• Kependudukan
• Hubungan internasional.
b. Lingkungan eksternal mikro, adalah lingkungan eksternal yang pengaruh langsung terhadap kegiatan usaha.
Contoh :
• Pemasok / supplier : yang menunjang kelangsungan operasi perusahaan.
• Perantara, misalnya distribotur, pengecer yang berperan dalam pendistribusian hasil-hasil produksi ke konsumen.
• Teknologi: yang berkaitan dengan perkembangan proses kerja, peralatan metode, dll.
• Pasar, sebagai sasaran dari produk yang dihasilkan perusahaan.
2. Lingkungan Internal
Lingkungan internal dalah faktor-faktor yang berada dalam kegiatan produksi dan langsung mempengaruhi hasil produksi.
Contoh :
• Tenaga kerja
• Peralatan dan mesin
• Permodalan (pemilik, investor, pengelolaan dana)
• Bahan mentah, bahan setengah jadi, pergudangan
• Sistem informasi dan administrasi sebagai acuan pengambilan keputusan.
B. Faktor Lingkungan
1. Lingkungan perekonomian yang erat berhubungan dengan pasar dimana diadakan penjualan dan pembelian barang dan jasa.
2. Lingkungan seperti politik, pemerintah, hokum, dan militer yang mengatur kegiatan perusahaan.
3. Keadaan social meliputi berbagai golongan penduduk dengan sikap kepercayaan, tingkah laku yang dicerminkan dalam lembaga social yang ada.
Dari ketiga golongan diatas masih dapat diperinci lagi menjadi sub factor:
1. Tanah dan alam sekitar
Tanah dan sumber alam merupakan salah satu factor penting untuk kegiatan perusahaan.
2. Ilmu pengetahuan dan seni
Ilmu penegtahuan menunjukkan metode, manajemen kepada pimpinan dalam mengelola perusahaan. Penerapan ilmu pengetahuan dalam dunia perusahaan akan dapat membantu menggali ilmu pengetahuan lebih lanjut.
3. Pemerintah dan hukum
Aspek positif dari pemerintah akan dibutuhkan oleh perusahaan ialah perlindungan terhadap hak milik, pemeliharaan tata hukum, dan keamanan, serta penggunaan keuangan, tetapi pemerintah perlu mengadakan pembatasan dengan mengadakan pemungutan pajak dan tarif.
4. Uang, kredit, kapital
Uang kredit merupakan darah bagi kehidupan perusahaan. Apabila uang, kredit, dan kapital ini lambat akan menghambat jalannya perusahaan. Sebaliknya, jika jumlah yang terlampau banyak akan mengganggu perusahaan. Uang sebagai alat pembayaran, termasuk kredit didalamanya. Mengenai kapital perusahaan tidak akan dapat menjalanka fungsinya tanpa kapital.dana kapital ini dalam bentuk terkumpulnya uang atau kredit yang diinfestasikan dalam perusahaan.
5. Tersedianya tenaga kerja
Tenaga kerja dalam perusahaan pada umumnya bersatu dalam bentuk serikat kerja. Berhasilnya perusahaan tergantung pada tingkat ketrampilan, kesehatan, dan sikap dari tenaga kerja. Hal ini sangat tergantung pada system pendidika, standar hidup, dan inisiatif dari masyarakat.
6. Sikap konsumen
Usaha perusahaan untuk mengurangi resiko dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan sikap konsumen dan publik.
7. Kepercayaan dan agama
Mempengaruhi tingkah laku manusia serta etika masyarakat, hal ini mempengaruhi kebijaksanaan perusahaan yang diambil oleh manajer. Standar etika ini harus diikuti oleh perusahaan.
8. Hubungan internasional
Hunungan ini meliputi penyediaan sumber ekonomi, bahan perdagangan dan politik mungkin tidak terbatas pada bahan dasar, tetapi juga berupa tenaga kerja terdidik yang didatangkan dari luar negeri.
Sabtu, 05 Juni 2010
Biogas
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Limbah peternakan khususnya ternak sapi merupakan bahan buangan dari usaha peternakan sapi yang selama ini juga menjadi salah satu sumber masalah dalam kehidupan manusia sebagai penyebab menurunnya mutu lingkungan melalui pencemaran lingkungan, menggangu kesehatan manusia dan juga sebagai salah satu penyumbang emisi gas efek rumah kaca. Pada umumnya limbah peternakan hanya digunakan untuk pembuatan pupuk organik. Untuk itu sudah selayaknya perlu adanya usaha pengolahan limbah peternakan menjadi suatu produk yang bisa dimanfaatkan manusia dan bersifat ramah lingkungan.
Pencemaran yang disebabkan oleh pengelolaan limbah yang belum dilakukan dengan baik, tetapi kalau dikelola dengan baik, limbah tersebut memberikan nilai tambah bagi usaha peternakan dan lingkungan di sekitarnya. Sistem usaha peternakan dengan penerapan produksi bersih merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meminimisasi limbah ternak.
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya didalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu dan bau yang ditimbulkannya (Anonim, 2010).
Pengolahan limbah peternakan melalui proses anaerob atau fermentasi perlu digalakkan karena dapat menghasilkan biogas yang menjadi salah satu jenis bioenergi. Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal dan terbatas, mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan peluang usaha bagi peternak karena produknya terutama pupuk kandang banyak dibutuhkan masyarakat.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang pengelolaan lingkungan hidup di bidang limbah
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui secara langsung proses atau pembuatan dari berbentuk kotoran hingga menjadi gas
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Bioenergi dapat dihasilkan dari bagian-bagian tanaman, minyak nabati, atau limbah pertanian. Jenis energi yang dihasilkan berupa energi dalam bentuk gas (biogas), padat (biomass) atau cair (biofuel). Energi tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menghasilkan panas (kalor), gerak (mekanik), dan listrik tergantung pada alat yang digunakan dan kebutuhan dari pengguna.
Sumber bahan untuk menghasilkan biogas yang utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, babi, kuda dan unggas; dapat juga berasal dari sampah organik.
B. Metode
Untuk membuat reaktor bio-gas skala rumah tangga diperlukan beberapa hal berikut: (1) Volume reaktor (plastik): 4000 liter, (2) Volume penampung gas (plastik): 2500 liter, (3) Kompor biogas: 1 buah, (4) Drum pengaduk bahan: 1 buah, (5) Pengaman gas: 1 buah, (6) Selang saluran gas: ± 10 m, (7) Kebutuhan bahan baku: kotoran ternak dari 2-3 ekor sapi/kerbau, dan (8) Biogas yang dihasilkan: 4 m3 perhari (setara dengan 2,5 liter minyak tanah). Adapun cara pengoperasian reaktor biogas skala rumah tangga:
1. Membuat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:1.
2. Memasukkan bahan biogas ke dalam reaktor melalui tempat pengisian sebanyak 2000 liter, selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas ke dalam reaktor.
3. Setelah kurang lebih 10 hari reaktor gas dan penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar.
4. Sekali-sekali reaktor biogas digoyangkan supaya terjadi penguraian yang sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas, lakukan juga pada setiap pengisian bahan bakar.
5. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak ± 40 liter setiap pagi dan sore. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge (lumpur) secara otomatis akan keluar dari reaktor setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan biogas tersebut dapat digunakan langsung sebagai pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering.
(Pujianto, 2009).
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Biogas
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara) (Anonim, 2009). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan bio-gas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana.
Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem bio-gas adalah dengan mengetahui perbandingan karbon (C) dan nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20. Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut Digester) sehingga bakteri anaeroba akan membusukkan bahasan organik tersebut yang kemudian menghasilkan gas (disebut biogas). Biogas yang telah berkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi pembuangannya. Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas yang mudah terbakar lainnya. Pembakaran biogas dilakukan melalui proses pencampuran dengan sebagian oksigen (O2). Nilai kalori dari 1 meter kubik biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu, biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Namun demikian, untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal, perlu dilakukan pra kondisi sebelum biogas dibakar, yaitu melalui proses pemurnian/penyaringan karena biogas mengandung beberapa gas lain yang tidak menguntungkan. Sebagai salah satu contoh, kandungan gas hidrogen sulfida yang tinggi yang terdapat dalam biogas jika dicampur dengan oksigen dengan perbandingan 1:20, maka akan menghasilkan gas yang sangat mudah meledak. Tetapi sejauh ini belum pernah dilaporkan terjadinya ledakan pada sistem biogas sederhana. Disamping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian.
Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin dan lain-lain tidak dapat digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah dan padi. Komposisi gas yang terdapat di dalam biogas dapat dilihat pada tabel berikut:
B. Komponen Penyusun Biogas
Tabel 1. Komposisi Gas yang Terdapat Dalam Biogas
Jenis Gas Volume (%)
Metana (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Hidrogen (H2)
Hidrogen Sulfida (H2S)
Oksigen (O2)
Air 40-70
30-60
0-1
0-3
0,1 - 0,5
2-7 (20-40o C)
Nilai kesetaraan biogas dan energi yang dihasilkan:
Aplikasi 1m3 biogas setara dengan
1 m3 biogas Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Kayu bakar 3,50 kg
Dapat menghasilkan 1,25 kwh listrik
60—100 watt lampu bohlam selama enam jam
Potensi produksi gas dari berbagai jenis kotoran
Jenis Kotoran Produksi gas per kg (m3)
Sapi/kerbau 0,023 – 0,040
Babi 0,040 – 0,059
Unggas 0,065 – 0,116
Manusia 0,020 – 0,028
C. Manfaat Biogas
- Enerji.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa saat ini pemerintah dan masyarakat Indonesia mulai merasakan adanya krisis enerji. Selama ini pemerintah dan masyarakat masih terpaku pada penggunaan enerji fosil yang tidak terbarukan, misalnya bahan bakar minyak, gas alam, dsb. Perhatian pemerintah terhadap enerji terbarukan masih sangat sedikit, padahal potensi untuk bahan bakar tersebut cukup besar. Salah satunya adalah gas methan yang dihasilkan oleh ternak: sapi, kambing, babi, ayam, dan sebagainya. Dengan menggunakan digester pengolah kotoran ternak, enerji yaitu gas methan yang dihasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
- Lingkungan
Manfaat lainnya adalah bahwa dengan menggunakan biogas, dampak terhadap efek rumah kaca akan berkurang. Seperti diketahui bahwa peternakan juga merupakan penyumbang besar terhadap efek rumah kaca. Proses kimia limbah peternakan di alam terbuka, yang berupa gas-gas akan terbuang percuma ke udara bebas akan menyebabkan efek rumah kaca (pemanasan global). Jika gas-gas hasil proses kimia tersebut, antara lain gas methan, dimanfaatkan menjadi bahan bakar, maka sumbangan gas methan pada pemanasan global bisa diperkecil. Perlu diketahui juga bahwa sisa hasil pembakaran gas methan ini bersih dari polusi dengan emisi karbon dioksida yang sangat kecil.
- Kesehatan
Untuk kesehatan, penggunaan biogas ini juga berdampak baik. Beberapa syarat dalam menggunakan biogas adalah kotoran ternak harus bebas dari serat-serat kasar, harus terkumpul (tidak berserakan kemana-mana), dengan lantai yang diperkeras sehingga kotoran mudah dikumpulkan. Karena syarat-syarat tersebut maka kandang akan selalu terjaga kebersihannya. Hal ini akan berdampak pada kebersihan lingkungan kandang dan rumah, sehingga kesehatan ternak dan manusia disekitarnya terjamin.
- Pertanian
Dalam bidang pertanian, sisa atau limbah biogas, yang berbentuk semacam lumpur disebut slurry, bisa digunakan sebagai pupuk. Pupuk yang berasal dari limbah biogas ini sangat baik untuk tanaman, karena mengandung unsur hara yang tinggi. Lagi pula tidak membutuhkan proses yang lama untuk bisa digunakan sebagai pupuk, dengan kata lain untuk menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk tidak perlu menunggu terlalu lama.
D. Potensi Gas yang Dihasilkan
Biogas yang terdiri dari gas methan dan gas karbon dioksida ini mempunyai nilai kalor 600 – 700 kkal/m3 atau sekitar 6 kwh/m3. Seekor sapi dewasa rata-rata menghasilkan kurang lebih 10 kg kotoran sapi setiap hari. Untuk menghasilkan 1 m3 biogas, diperlukan kira-kira 20 kg kotoran sapi. Jadi dalam sehari 1 ekor sapi menghasilkan 0,45 m3 biogas atau 1 kg kotoran sapi menghasilkan kurang lebih 0,05 m3 biogas.
Dalam penggunaan sehari-hari, untuk memasak air 1 liter, dibutuhkan 40 l (0,04 m3) biogas, dalam waktu 10 menit. Untuk menanak ½ kg beras, dibutuhkan rata-rata 0,15 m3 biogas, dalam 30 menit. Penggunaan sehari-hari dalam rumah tangga dibutuhkan rata-rata 3-4 m3 gas.
E. Prinsip Pengolahan Biogas
Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas metan (Nandiyanto, 2007). Menurut Haryati (2006), proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.
Bahan organik adalah bahan yang bisa terurai menjadi tanah, misalnya sampah dapur, tumbuh-tumbuhan kotoran ternak, dan sebagainya. Sampah organic tersebut dicampur dengan air (kadang diberi perlakuan tertentu terlebih dahulu) kemudian dimasukkan ke dalam digester. Di dalam digester tersebut terjadi proses hidrolisa dan fermentasi oleh bakteri-bakteri tertentu, yang salah satunya adalah methanogen bacterium.
Biogas yang dihasilkan antara lain adalah: methan CH4 (60%-70%), karbon dioksida CO2 (20%-30%), oksigen O2 (1%-4%), Nitrogen N2 (0,5%-3%, karbon monooksida CO (1%) dan asam sulfat H2S (kurang dari 1%). Jika mempunyai kandungan methan lebih dari 50%, maka biogas ini akan mudah terbakar.
Gas metan adalah gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas metan yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas. Bahan organik yang bisa digunakan sebagai bahan baku industri ini adalah sampah organik, limbah yang sebagian besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak.
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:
1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer).
2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.
3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.
Salah satu hal terpenting dalam membuat biogas adalah memilih digester. Ada 3 tipe digester biogas yang dikembangkan selama ini, yaitu:
1) Fixed dome plant, yang dikembangkan di China,
Pada fixed dome plant, digesternya tetap. Penampung gas ada pada bagian atas digester. Ketika gas mulai timbul, gas tersebut menekan slurry ke bak slurry. Jika pasokan kotoran ternak terus menerus, gas yang timbul akan terus menekan slurry hingga meluap keluar dari bak slurry. Gas yang timbul digunakan/dikeluarkan lewat pipa gas yang diberi katup/kran.
Keuntungan: tidak ada bagian yang bergerak, awet (berumur panjang), dibuat di dalam tanah sehingga terlindung dari berbagai cuaca atau gangguan lain dan tidak membutuhkan ruangan (diatas tanah).
Kerugian: Kadang-kadang timbul kebocoran, karena porositas dan retak-retak, tekanan gasnya berubah-ubah karena tidak ada katup tekanan.
2) Floating drum plant yang lebih banyak dipakai di India dengan varian plastic cover biogas plant.
Floating drum plant terdiri dari satu digester dan penampung gas yang bisa bergerak. Penampung gas ini akan bergerak keatas ketika gas bertambah dan turun lagi ketika gas berkurang, seiring dengan penggunaan dan produksi gasnya.
Keuntungan: Tekanan gasnya konstan karena penampung gas yang bergerak mengikuti jumlah gas. Jumlah gas bisa dengan mudah diketahui dengan melihat naik turunya drum.
Kerugian: Konstruksi pada drum agak rumit. Biasanya drum terbuat dari logam (besi), sehingga mudah berkarat, akibatnya pada bagian ini tidak begitu awet (sering diganti). Bahkan jika digesternya juga terbuat dari drum logam (besi), digeseter tipe ini tidak begitu awet.
3) Plug-flow plant atau balloon plant yang banyak di buat di Taiwan, Etiopia, Kolombia Vietnam dan Kamboja.
Konstruksi balloon plant lebih sederhana, terbuat dari plastic yang pada ujung-ujungnya dipasang pipa masuk untuk kotoran ternak dan pipa keluar peluapan slurry. Sedangkan pada bagian atas dipasang pipa keluar gas.
Keuntungan: biayanya murah, mudah diangkut, konstruksinya sederhana, mudah pemeliharaan dan pengoperasiannya.
Kerugian: tidak awet, mudah rusak, cara pembuatan harus sangat teliti dan hati-hati (karena bahan mudah rusak), bahan yang memenuhi syarat sulit diperoleh.
Bagian-bagian pokok digester biogas adalah:
1) bak penampung kotoran ternak,
2) digester,
3) bak slurry,
4) penampung gas,
5) pipa gas keluar,
6) pipa keluar slurry,
7) pipa masuk kotoran ternak.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara) (Anonim, 2009). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan bio-gas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana.
Biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil.
Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas metan (Nandiyanto, 2007). Menurut Haryati (2006), proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.
Bahan organik adalah bahan yang bisa terurai menjadi tanah, misalnya sampah dapur, tumbuh-tumbuhan kotoran ternak, dan sebagainya. Sampah organic tersebut dicampur dengan air (kadang diberi perlakuan tertentu terlebih dahulu) kemudian dimasukkan ke dalam digester. Di dalam digester tersebut terjadi proses hidrolisa dan fermentasi oleh bakteri-bakteri tertentu, yang salah satunya adalah methanogen bacterium.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009 .http://www.majarikanayakan.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2010.
Anonim, 2010. Pengolahan Limbah Ternak menjadi Biogas. http://gayul.wordpress.com/. Diakses pada hari Senin, 22 Maret 2010 jam 14.00 WIB.
Departemen Pertanian. 2009. Pemanfaatan Limbah dan Kotoran Ternak menjadi Energi Biogas. Seri Bioenergi Perdesaan: Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Pertanian.
Haryati, Tuti. 2006. Biogas: Limbah Peternakan yang Menjadi Sumbar Energi Alternatif. Wartazoa Vol 16 no 3 tahun 2006.
Pujianto, dkk. 2009. Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah Melalui Penerapan Konsep Produksi Bersih. UNY Press. Yogyakarta.
A. Latar Belakang
Limbah peternakan khususnya ternak sapi merupakan bahan buangan dari usaha peternakan sapi yang selama ini juga menjadi salah satu sumber masalah dalam kehidupan manusia sebagai penyebab menurunnya mutu lingkungan melalui pencemaran lingkungan, menggangu kesehatan manusia dan juga sebagai salah satu penyumbang emisi gas efek rumah kaca. Pada umumnya limbah peternakan hanya digunakan untuk pembuatan pupuk organik. Untuk itu sudah selayaknya perlu adanya usaha pengolahan limbah peternakan menjadi suatu produk yang bisa dimanfaatkan manusia dan bersifat ramah lingkungan.
Pencemaran yang disebabkan oleh pengelolaan limbah yang belum dilakukan dengan baik, tetapi kalau dikelola dengan baik, limbah tersebut memberikan nilai tambah bagi usaha peternakan dan lingkungan di sekitarnya. Sistem usaha peternakan dengan penerapan produksi bersih merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meminimisasi limbah ternak.
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di sisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya didalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu dan bau yang ditimbulkannya (Anonim, 2010).
Pengolahan limbah peternakan melalui proses anaerob atau fermentasi perlu digalakkan karena dapat menghasilkan biogas yang menjadi salah satu jenis bioenergi. Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal dan terbatas, mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan peluang usaha bagi peternak karena produknya terutama pupuk kandang banyak dibutuhkan masyarakat.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang pengelolaan lingkungan hidup di bidang limbah
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui secara langsung proses atau pembuatan dari berbentuk kotoran hingga menjadi gas
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Bioenergi dapat dihasilkan dari bagian-bagian tanaman, minyak nabati, atau limbah pertanian. Jenis energi yang dihasilkan berupa energi dalam bentuk gas (biogas), padat (biomass) atau cair (biofuel). Energi tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menghasilkan panas (kalor), gerak (mekanik), dan listrik tergantung pada alat yang digunakan dan kebutuhan dari pengguna.
Sumber bahan untuk menghasilkan biogas yang utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, babi, kuda dan unggas; dapat juga berasal dari sampah organik.
B. Metode
Untuk membuat reaktor bio-gas skala rumah tangga diperlukan beberapa hal berikut: (1) Volume reaktor (plastik): 4000 liter, (2) Volume penampung gas (plastik): 2500 liter, (3) Kompor biogas: 1 buah, (4) Drum pengaduk bahan: 1 buah, (5) Pengaman gas: 1 buah, (6) Selang saluran gas: ± 10 m, (7) Kebutuhan bahan baku: kotoran ternak dari 2-3 ekor sapi/kerbau, dan (8) Biogas yang dihasilkan: 4 m3 perhari (setara dengan 2,5 liter minyak tanah). Adapun cara pengoperasian reaktor biogas skala rumah tangga:
1. Membuat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:1.
2. Memasukkan bahan biogas ke dalam reaktor melalui tempat pengisian sebanyak 2000 liter, selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas ke dalam reaktor.
3. Setelah kurang lebih 10 hari reaktor gas dan penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar.
4. Sekali-sekali reaktor biogas digoyangkan supaya terjadi penguraian yang sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas, lakukan juga pada setiap pengisian bahan bakar.
5. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak ± 40 liter setiap pagi dan sore. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge (lumpur) secara otomatis akan keluar dari reaktor setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan biogas tersebut dapat digunakan langsung sebagai pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering.
(Pujianto, 2009).
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Biogas
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara) (Anonim, 2009). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan bio-gas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana.
Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem bio-gas adalah dengan mengetahui perbandingan karbon (C) dan nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20. Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut Digester) sehingga bakteri anaeroba akan membusukkan bahasan organik tersebut yang kemudian menghasilkan gas (disebut biogas). Biogas yang telah berkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi pembuangannya. Biogas dapat dipergunakan dengan cara yang sama seperti gas-gas yang mudah terbakar lainnya. Pembakaran biogas dilakukan melalui proses pencampuran dengan sebagian oksigen (O2). Nilai kalori dari 1 meter kubik biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu, biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Namun demikian, untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal, perlu dilakukan pra kondisi sebelum biogas dibakar, yaitu melalui proses pemurnian/penyaringan karena biogas mengandung beberapa gas lain yang tidak menguntungkan. Sebagai salah satu contoh, kandungan gas hidrogen sulfida yang tinggi yang terdapat dalam biogas jika dicampur dengan oksigen dengan perbandingan 1:20, maka akan menghasilkan gas yang sangat mudah meledak. Tetapi sejauh ini belum pernah dilaporkan terjadinya ledakan pada sistem biogas sederhana. Disamping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman/budidaya pertanian.
Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin dan lain-lain tidak dapat digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah dan padi. Komposisi gas yang terdapat di dalam biogas dapat dilihat pada tabel berikut:
B. Komponen Penyusun Biogas
Tabel 1. Komposisi Gas yang Terdapat Dalam Biogas
Jenis Gas Volume (%)
Metana (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Hidrogen (H2)
Hidrogen Sulfida (H2S)
Oksigen (O2)
Air 40-70
30-60
0-1
0-3
0,1 - 0,5
2-7 (20-40o C)
Nilai kesetaraan biogas dan energi yang dihasilkan:
Aplikasi 1m3 biogas setara dengan
1 m3 biogas Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Kayu bakar 3,50 kg
Dapat menghasilkan 1,25 kwh listrik
60—100 watt lampu bohlam selama enam jam
Potensi produksi gas dari berbagai jenis kotoran
Jenis Kotoran Produksi gas per kg (m3)
Sapi/kerbau 0,023 – 0,040
Babi 0,040 – 0,059
Unggas 0,065 – 0,116
Manusia 0,020 – 0,028
C. Manfaat Biogas
- Enerji.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa saat ini pemerintah dan masyarakat Indonesia mulai merasakan adanya krisis enerji. Selama ini pemerintah dan masyarakat masih terpaku pada penggunaan enerji fosil yang tidak terbarukan, misalnya bahan bakar minyak, gas alam, dsb. Perhatian pemerintah terhadap enerji terbarukan masih sangat sedikit, padahal potensi untuk bahan bakar tersebut cukup besar. Salah satunya adalah gas methan yang dihasilkan oleh ternak: sapi, kambing, babi, ayam, dan sebagainya. Dengan menggunakan digester pengolah kotoran ternak, enerji yaitu gas methan yang dihasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
- Lingkungan
Manfaat lainnya adalah bahwa dengan menggunakan biogas, dampak terhadap efek rumah kaca akan berkurang. Seperti diketahui bahwa peternakan juga merupakan penyumbang besar terhadap efek rumah kaca. Proses kimia limbah peternakan di alam terbuka, yang berupa gas-gas akan terbuang percuma ke udara bebas akan menyebabkan efek rumah kaca (pemanasan global). Jika gas-gas hasil proses kimia tersebut, antara lain gas methan, dimanfaatkan menjadi bahan bakar, maka sumbangan gas methan pada pemanasan global bisa diperkecil. Perlu diketahui juga bahwa sisa hasil pembakaran gas methan ini bersih dari polusi dengan emisi karbon dioksida yang sangat kecil.
- Kesehatan
Untuk kesehatan, penggunaan biogas ini juga berdampak baik. Beberapa syarat dalam menggunakan biogas adalah kotoran ternak harus bebas dari serat-serat kasar, harus terkumpul (tidak berserakan kemana-mana), dengan lantai yang diperkeras sehingga kotoran mudah dikumpulkan. Karena syarat-syarat tersebut maka kandang akan selalu terjaga kebersihannya. Hal ini akan berdampak pada kebersihan lingkungan kandang dan rumah, sehingga kesehatan ternak dan manusia disekitarnya terjamin.
- Pertanian
Dalam bidang pertanian, sisa atau limbah biogas, yang berbentuk semacam lumpur disebut slurry, bisa digunakan sebagai pupuk. Pupuk yang berasal dari limbah biogas ini sangat baik untuk tanaman, karena mengandung unsur hara yang tinggi. Lagi pula tidak membutuhkan proses yang lama untuk bisa digunakan sebagai pupuk, dengan kata lain untuk menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk tidak perlu menunggu terlalu lama.
D. Potensi Gas yang Dihasilkan
Biogas yang terdiri dari gas methan dan gas karbon dioksida ini mempunyai nilai kalor 600 – 700 kkal/m3 atau sekitar 6 kwh/m3. Seekor sapi dewasa rata-rata menghasilkan kurang lebih 10 kg kotoran sapi setiap hari. Untuk menghasilkan 1 m3 biogas, diperlukan kira-kira 20 kg kotoran sapi. Jadi dalam sehari 1 ekor sapi menghasilkan 0,45 m3 biogas atau 1 kg kotoran sapi menghasilkan kurang lebih 0,05 m3 biogas.
Dalam penggunaan sehari-hari, untuk memasak air 1 liter, dibutuhkan 40 l (0,04 m3) biogas, dalam waktu 10 menit. Untuk menanak ½ kg beras, dibutuhkan rata-rata 0,15 m3 biogas, dalam 30 menit. Penggunaan sehari-hari dalam rumah tangga dibutuhkan rata-rata 3-4 m3 gas.
E. Prinsip Pengolahan Biogas
Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas metan (Nandiyanto, 2007). Menurut Haryati (2006), proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.
Bahan organik adalah bahan yang bisa terurai menjadi tanah, misalnya sampah dapur, tumbuh-tumbuhan kotoran ternak, dan sebagainya. Sampah organic tersebut dicampur dengan air (kadang diberi perlakuan tertentu terlebih dahulu) kemudian dimasukkan ke dalam digester. Di dalam digester tersebut terjadi proses hidrolisa dan fermentasi oleh bakteri-bakteri tertentu, yang salah satunya adalah methanogen bacterium.
Biogas yang dihasilkan antara lain adalah: methan CH4 (60%-70%), karbon dioksida CO2 (20%-30%), oksigen O2 (1%-4%), Nitrogen N2 (0,5%-3%, karbon monooksida CO (1%) dan asam sulfat H2S (kurang dari 1%). Jika mempunyai kandungan methan lebih dari 50%, maka biogas ini akan mudah terbakar.
Gas metan adalah gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas metan yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas. Bahan organik yang bisa digunakan sebagai bahan baku industri ini adalah sampah organik, limbah yang sebagian besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak.
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:
1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer).
2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.
3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.
Salah satu hal terpenting dalam membuat biogas adalah memilih digester. Ada 3 tipe digester biogas yang dikembangkan selama ini, yaitu:
1) Fixed dome plant, yang dikembangkan di China,
Pada fixed dome plant, digesternya tetap. Penampung gas ada pada bagian atas digester. Ketika gas mulai timbul, gas tersebut menekan slurry ke bak slurry. Jika pasokan kotoran ternak terus menerus, gas yang timbul akan terus menekan slurry hingga meluap keluar dari bak slurry. Gas yang timbul digunakan/dikeluarkan lewat pipa gas yang diberi katup/kran.
Keuntungan: tidak ada bagian yang bergerak, awet (berumur panjang), dibuat di dalam tanah sehingga terlindung dari berbagai cuaca atau gangguan lain dan tidak membutuhkan ruangan (diatas tanah).
Kerugian: Kadang-kadang timbul kebocoran, karena porositas dan retak-retak, tekanan gasnya berubah-ubah karena tidak ada katup tekanan.
2) Floating drum plant yang lebih banyak dipakai di India dengan varian plastic cover biogas plant.
Floating drum plant terdiri dari satu digester dan penampung gas yang bisa bergerak. Penampung gas ini akan bergerak keatas ketika gas bertambah dan turun lagi ketika gas berkurang, seiring dengan penggunaan dan produksi gasnya.
Keuntungan: Tekanan gasnya konstan karena penampung gas yang bergerak mengikuti jumlah gas. Jumlah gas bisa dengan mudah diketahui dengan melihat naik turunya drum.
Kerugian: Konstruksi pada drum agak rumit. Biasanya drum terbuat dari logam (besi), sehingga mudah berkarat, akibatnya pada bagian ini tidak begitu awet (sering diganti). Bahkan jika digesternya juga terbuat dari drum logam (besi), digeseter tipe ini tidak begitu awet.
3) Plug-flow plant atau balloon plant yang banyak di buat di Taiwan, Etiopia, Kolombia Vietnam dan Kamboja.
Konstruksi balloon plant lebih sederhana, terbuat dari plastic yang pada ujung-ujungnya dipasang pipa masuk untuk kotoran ternak dan pipa keluar peluapan slurry. Sedangkan pada bagian atas dipasang pipa keluar gas.
Keuntungan: biayanya murah, mudah diangkut, konstruksinya sederhana, mudah pemeliharaan dan pengoperasiannya.
Kerugian: tidak awet, mudah rusak, cara pembuatan harus sangat teliti dan hati-hati (karena bahan mudah rusak), bahan yang memenuhi syarat sulit diperoleh.
Bagian-bagian pokok digester biogas adalah:
1) bak penampung kotoran ternak,
2) digester,
3) bak slurry,
4) penampung gas,
5) pipa gas keluar,
6) pipa keluar slurry,
7) pipa masuk kotoran ternak.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara) (Anonim, 2009). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan bio-gas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana.
Biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil.
Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas metan (Nandiyanto, 2007). Menurut Haryati (2006), proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.
Bahan organik adalah bahan yang bisa terurai menjadi tanah, misalnya sampah dapur, tumbuh-tumbuhan kotoran ternak, dan sebagainya. Sampah organic tersebut dicampur dengan air (kadang diberi perlakuan tertentu terlebih dahulu) kemudian dimasukkan ke dalam digester. Di dalam digester tersebut terjadi proses hidrolisa dan fermentasi oleh bakteri-bakteri tertentu, yang salah satunya adalah methanogen bacterium.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009 .http://www.majarikanayakan.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2010.
Anonim, 2010. Pengolahan Limbah Ternak menjadi Biogas. http://gayul.wordpress.com/. Diakses pada hari Senin, 22 Maret 2010 jam 14.00 WIB.
Departemen Pertanian. 2009. Pemanfaatan Limbah dan Kotoran Ternak menjadi Energi Biogas. Seri Bioenergi Perdesaan: Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Pertanian.
Haryati, Tuti. 2006. Biogas: Limbah Peternakan yang Menjadi Sumbar Energi Alternatif. Wartazoa Vol 16 no 3 tahun 2006.
Pujianto, dkk. 2009. Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah Melalui Penerapan Konsep Produksi Bersih. UNY Press. Yogyakarta.
RPH dalam Arti Persyaratan dan Pelaksanaannya
BAB I
PENDAHULUAN
Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Oleh sebab itu, daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food).
Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai penerapan sistem product safety pada RPH. Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan.
Penerapan product safety pada RPH ditujukan untuk memberikan jaminan keamanan dan mutu daging yang dihasilkan, termasuk kehalalan, dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen, serta turut menjaga kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, sistem tersebut berfungsi sebagai pengawasan dan pengendalian penyakit hewan dan zoonosis di RPH sebagai bagian dari sistem kesehatan hewan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
Dilihat dari mata rantai penyediaan daging di Indonesia, maka salah satu tahapan terpenting adalah penyembelihan hewan di RPH. Rumah pemotongan hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratatn teknis dan higiene tertentu, yang digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat. Peraturan perundangan yang berkaitan persyaratan RPH di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan.
Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas (Manual Kesmavet, 1993).
Usaha pemotongan hewan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan hewan selain unggas di rumah pemotongan hewan milik sendiri atau milik pihak lain atau menjual jasa pemotongan hewan (Manual Kesmavet, 1993).
1. Fungsi Rumah Potong Hewan/RPH
Rumah Pemotongan Hewan merupakan unit/sarana pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging sehat mempunyai fungsi sebagai:
a. Tempat dilaksanakannya pemotongan hewan secara benar.
b. Tempat dilaksanakannya pemeriksaan hewan sebelum dipotong (antemortem) dan pemeriksaan daging (post mortem) untuk mencegah penularan penyakit hewan ke manusia.
c. Tempat untuk mendeteksi dan memonitor penyakit hewan yang ditemukan pada pemeriksaan ante mortem dan post mortem guna pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular di daerah asal hewan.
d. Melaksanakan seleksi dan pengendalian pemotongan hewan besar betina bertanduk yang masih produktif.
Pendapat lain dikemukakan oleh Lestari (1994) bahwa Rumah Pemotongan Hewan mempunyai fungsi antara lain sebagai:
a. Sarana strategis tata niaga ternak ruminansia, dengan alur dari peternak, pasar hewan, RPH yang merupakan sarana akhir tata niaga ternak hidup, pasar swalayan/pasar daging dan konsumen yang merupakan sarana awal tata niaga hasil ternak.
b. Pintu gerbang produk peternakan berkualitas, dengan dihasilkan ternak yang gemuk dan sehat oleh petani sehingga mempercepat transaksi yang merupakan awal keberhasilan pengusaha daging untuk dipotong di RPH terdekat.
c. Menjamin penyediaan bahan makanan hewani yang sehat, karena di RPH hanya ternak yang sehat yang bisa dipotong.
d. Menjamin bahan makanan hewani yang halal, dengan dilaksanakannya tugas RPH untuk memohon ridlo Yang Kuasa dan perlakuan ternak tidak seperti benda atau yang manusiawi.
e. Menjamin keberadaan menu bergizi tinggi, yang dapat memperkaya masakan khas Indonesia dan sebagai sumber gizi keluarga/rumah tangga.
f. Menunjang usaha bahan makanan hewani, baik di pasar swalayan, pedagang kaki lima, industri pengolahan daging dan jasa boga.
2. Persyaratan yang harus dimiliki oleh Rumah Potong Hewan/RPH
Syarat–syarat RPH telah diatur juga di dalam SK Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986. Persyaratan ini dibagi menjadi prasyarat untuk RPH yang digunakan untuk memotong hewan guna memenuhi kebutuhan lokal di Kabupaten/Kotamadya Derah Tingkat II, memenuhi kebutuhan daging antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam satu Propinsi Daerah Tingkat I, memenuhi kebutuhan daging antar Propinsi Daerah Tingkat I dan memenuhi kebutuhan eksport (Manual Kesmavet, 1993).
Menurut Manual Kesmavet (1993) RPH ini harus memenuhi syarat yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi syarat lokasi, kelengkapan bangunan, komponen bangunan utama dan kelengkapan RPH:
1. Lokasi RPH.
a. Lokasi RPH di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan misalnya di bagian pinggir kota yang tidak padat penduduknya, dekat aliran sungai atau di bagian terendah kota.
b. Lokasi RPH di tempat yang mudah dicapai dengan kendaraan atau dekat jalan raya (Lestari, 1994b; Manual Kesmavet, 1993).
2. Kelengkapan bangunan.
a. Kompleks bangunan RPH harus dipagar untuk memudahkan penjagaan dan keamanan serta mencegah terlihatnya proses pemotongan hewan dari luar.
b. Mempunyai bangunan utama RPH.
c. Mempunyai kandang hewan untuk istirahat dan pemeriksaan ante mortem.
d. Mempunyai laboratorium sederhana yang dapat dipergunakan untuk pemeriksaan kuman dengan pewarnaan cepat, parasit, pH, pemeriksaan permulaan pembusukan dan kesempurnaan pengeluaran darah.
e. Mempunyai tempat untuk memperlakukan hewan atau karkas yang ditolak berupa tempat pembakar atau penguburan.
f. Mempunyai tempat untuk memperlakukan hewan yang ditunda pemotongannya.
g. Mempunyai bak pengendap pada saluran buangan cairan yang menuju ke sungai atau selokan.
h. Mempunyai tempat penampungan sementara buangan padat sebelum diangkut.
i. Mempunyai ruang administrasi, tempat penyimpan alat, kamar mandi dan WC.
j. Mempunyai halaman yang dipergunakan sebagai tempat parkir kendaraaan.
3. Komponen bangunan utama.
a. Mempunyai tempat penyembelihan hewan, tempat pengulitan, tempat pengeluaran jeroan dari rongga perut dan dada, tempat pembagian karkas, tempat pemeriksaan kesehatan daging.
b. Mempunyai tempat pembersihan dan pencucian jeroan yang terpisah dengan air yang cukup.
c. Berdinding dalam yang kedap air terbuat dari semen, porselin atau bahan yang sejenis setinggi dua meter, sehingga mudah dibersihkan.
d. Berlantai kedap air, landai kearah saluran pembuangan agar air mudah mengalir, tidak licin dan sedikit kasar.
e. Sudut pertemuan antar dinding dan dinding dengan lantai berbentuk lengkung.
f. Berventilasi yang cukup untuk menjamin pertukaran udara.
4. Kelengkapan RPH.
a. Mempunyai alat-alat yang dipergunakan untuk persiapan sampai dengan penyelesaian proses pemotongan termasuk alat pengerek dan penggantung karkas pada waktu pengulitan serta pakaian khusus untuk tukang sembelih dan pekerja lainnya.
b. Peralatan yang lengkap untuk petugas pemeriksa daging.
c. Persediaan air bersih yang cukup.
d. Alat pemelihara kesehatan.
e. Pekerja yang mempunyai pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat veteriner yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan prosedur yang berlaku dalam pemotongan hewan serta penanganan daging.
Untuk RPH bagi pemotongan babi mempunyai syarat tambahan, yaitu:
a. RPH harus ada persediaan air hangat untuk perontokan bulu.
b. Bangunan utama RPH, kandang dan tempat penyimpanan/pembersihan alat untuk babi harus terpisah dengan jarak yang cukup atau dengan pagar tembok setinggi paling sedikit 3 meter atau terpisah total dengan dinding tembok dan terletak di tempat yang lebih rendah dari pada yang untuk hewan lainnya.
Memenuhi Kebutuhan Daging Antar Dati II Dalam Satu Dati I
Menurut Manual Kesmavet (1993) untuk RPH yang diperuntukkan memenuhi kebutuhan daging antar Dati II dalam satu Dati I harus memenuhi semua syarat dari RPH untuk memenuhi daging dalam kebutuhan lokal Dati II ditambah dengan:
a. Kandang istirahat berlantai semen.
b. Laboratorium yang juga dapat dipergunakan untuk identifikasi kuman dengan pemupukan.
c. Tempat pemotongan darurat yang dilengkapi dengan ruang penahan daging.
d. Instalasi pengolahan limbah yang berupa saringan untuk memisahkan limbah/buangan padat secara fisik.
e. Mempunyai tempat pelayuan dengan dinding yang bagian dalamnya dilapisi bahan kedap air setinggi 2 meter dan dilengkapi dengan exhauster.
f. Dilengkapi dengan timbangan untuk karkas serta rel-rel pengangut karkas.
Memenuhi Kebutuhan Daging Antar Dati I
Menurut Manual Kesmavet (1993) untuk RPH yang diperuntukkan memenuhi kebutuhan daging antar Dati I harus memenuhi semua syarat RPH untuk memenuhi daging antar Dati II dalam satu Dati I ditambah dengan:
a. Laboratorium yang juga dapat digunakan untuk pemeriksaan residu antibiotika.
b. Instalasi pengolahan limbah dengan perlakuan secara fisik dan biologis (filtrasi, areasi, digesti anaerobis dan sedimentasi).
c. Tempat parkir kendaraan angkutan daging.
d. Mempunyai kandang istirahat berlantai semen dengan jarakminimal 50 meter dari bangunan utama.
e. Tempat untuk memperlakukan karkas/bahan yang ditolak berupa incineratordengan pembakar bertekanan yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan (dengan cerobong asap).
f. Mempunyai ruang khusus dalam banguan utama untuk tempat mencuci dan merebus jeroan.
g. Mempunyai ruang pelayuan dengan dinding yang seluruh bagian dalamnya dilapisi porselin atau bahan lain yang sejenis dan dilengkapi dengan temperatur 18oC.
h. Mempunyai ruang pelepasan daging dari tulang dengan temperatur 18oC.
i. Dinding bagian dalam dari bangunan utama RPH tertutup penuh dengan porselin.
j. Tersedia air panas untuk mencuci pisau dan alat penanganan lain.
k. Mempunyai ruang ganti pakaian untuk karyawan.
l. Memeiliki kendaraan angkutan daging tanpa atau dengan alat pendingin yang disesuaikan dengan jarak angkut.
m. Dipekerjakan Dokter Hewan.
Memenuhi Kebutuhan Daging Eksport
Menurut Koswara (1998) dan Manual Kesmavet (1993) RPH yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan daging eksport harus memenuhi persyaratan seperti pada RPH untuk memenuhi kebutuhan antar Dati I ditambah dengan:
a. Mempunyai ruang pendingin yang dilengkapi dengan pintu pengaman dari bahan tidak berkarat serta pengatur sushu.
b. Mempunyai ruang pelepasan daging dari tulang dengan temperatur 10oC.
c. Mempunyai ruang pembungkusan, pewadahan dan penandaan produk akhir.
d. Mempunyai laboratorium yang juga dapat dipergunakan untuk pemeriksaaan hormon.
e. Mempunyai ruang untuk ganti pakaian, locker, ruang istirahat karyawan serta kantin.
f. Mempunyai kendaraan angkutan khusus yang harus dilengkapi dengan alat pendingin atau pengatur suhu.
3. Usaha Pemotongan Hewan
Menurut Manual Kesmavet (1993) usaha pemotongan hewan dapat dilaksanakan oleh perorangan WNI atau badan yang didirikan menurut hukum di Indonesia. Usaha pemotongan hewan didasarkan pada luasan peredaran daging yang dihasilkan dan diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomer: 555/Kpts/TN.240/9/1986. Adapun usaha pemotongan hewan tersebut terbagi menjadi:
a. Kelas A: penyediaan daging untuk kebutuhan ekspor.
b. Kelas B: penyediaan daging untuk kebutuhan antar Propinsi Daerah Tingkat I.
c. Kelas C: penyediaan daging untuk kebutuhan antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di dalam satu Propinsi Daerah Tingkat I.
d. Kelas D: penyediaan daging untuk kebutuhan di dalam wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Usaha pemotongan hewan menurut kegiatan usaha pemotongan hewan terdiri dari tiga kategori:
a. Kategori I: kegiatan melaksanakan pemotongan hewan milik sendiri di rumah pemotongan hewan milik sendiri.
b. Kategori II: kegiatan menjual jasa pemotongan hewan atau melaksanakan pemotongan hewan milik orang lain.
c. Kategori III: kegiatan melaksanakan pemotongan hewan pada rumah pemotongan hewan milik orang lain
(Manual Kesmavet, 1993).
4. Syarat Tata Cara Pemotongan
Syarat dan tata cara pemotongan hewan diatur di dalam SK Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 dan dibedakan antara babi dengan sapi, kambing, domba, kerbau dan kuda (Manual Kesmavet, 1993).
Sapi, Kambing, Domba, Kerbau dan Kuda
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi hewan potong yang diuraikan dalam Manual Kesmavet (1993):
a. Disertai surat kepemilikan.
b. Disertai bukti pembayaran retribusi/pajak potong.
c. Memiliki surat ijin potong.
d. Dilakukan pemeriksaan ante mortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang paling lama 24 jam sebelum penyembelihan.
e. Diistirahatkan paling sedikit 12 jam sebelum penyembelihan dilakukan.
f. Penyembelihannya dilakukan di rumah pemotongan hewan atau tempat pemotongan hewan.
g. Pelaksanaan pemotongan hewan potong dilakukan di bawah pengawasan dan menurut petunjuk-petunjuk petugas pemeriksa yang berwenang.
h. Tidak dalam keadaan bunting.
i. Penyembelihannya dilakukan menurut tata cara agama Islam.
Syarat-syarat tersebut diatas untuk hewan potong bisa tidak dipenuhi jika dilakukan penyembelihan darurat. Penyembelihan hewan darurat dapat dilaksanakan jika hewan potong yang bersangkutan menderita kecelakaan yang membahayakan jiwanya dan jika hewan tersebut membahayakan keselamatan manusia dan atau barang. Jika penyembelihan darurat dilaksanakan di RPH atau tempat pemotongan hewan maka syarat d dan e tidak perlu dipenuhi. Jika penyembelihan darurat dilaksanakan diluar RPH atau tempat pemotongan hewan, maka syarat c, d, e, f, g, dan h tidak perlu dipenuhi dan setelah penyembelihan hewan harus dibawa ke RPH atau tempat pemotongan hewan untuk penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaan post mortem. Untuk penyembelihan hewan potong dalam rangka agama dan adat syarat b dan f tidak perlu dipenuhi (Manual Kesmavet, 1993).
Babi
Manual Kesmavet (1993) menerangkan bahwa SK Menteri Pertanian Nomor: 294/Kpts/TN.240/5/1989 memberikan syarat bagi babi yang harus dipotong sebagai berikut:
a. Harus disertai surat pemilikan dan bukti pembayaran retribusi/pajak potong menurut peraturan yang berlaku.
b. Dinyatakan diijinkan untuk dipotong tanpa syarat atau dengan syarat menurut pemeriksaan ante mortem yang dilakukan paling lama 24 jam sebelum penyenbelihan. Syarat ini tidak berlaku apabila dilakukan penyembelihan secara darurat.
c. Diistirahatkan paling lama 12 jam sebelum dilakukan penyembelihan.
5. Pelaksanaan Pemotongan Hewan pada Rumah Potong Hewan/RPH
Sapi, Kambing, Domba, Kerbau dan Kuda
Manual Kesmavet (1993) mengutarakan bahwa pemeriksaan ante mortem dilaksanakan dengan mengamati dengan seksama hewan potong yang akan disembelih mengenai:
a. Sikap hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilihat dari segala arah.
b. Lubang kumlah, selaput lendir mulut, mata, dan cermin hidung.
c. Kulit, kelenjar getah bening sub maxillaris, parotidea, prescapularis, dan inguinalis.
d. Ada atau tidaknya adanya tanda-tanda hewan potong telah disuntik hormon dan suhu badannya.
e. Mengadakan pengujian laboratorik apabila terdapat kecurigaan tentang adanya penyakit yang tidak dapat diketahui dalam pengamatan.
Pemeriksaan post mortem dimulai dengan pemeriksaan sederhana dan apabila diperlukan dilengkapi dengan pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis yaitu terhadap bau, warna konsistensis dan pemeriksaan dengan cara melihat, meraba dan menyayat. Pemeriksaan mendalam dilakukan terhadap semua daging dan bagian hewan potong yang sisembelih tanpa pemeriksaan ante mortem, terhadap semua daging dan bagian hewan yang menderita atau menunjukkan gejala penyakit coryza gangraenosa bovum, haemorhagic septicemiia, piroplasmosis, surra, influensa equorum, arthritis, hernia, fractura, abces, ephithelimia, actinomycosis, actinobacillosis, mastitis, septichemia, cachexia, hydrops, oedema, brucellosis dan tuberculosis dan apabila berdasarkan pemeriksaan sederhana terdapat kelainan yang menyebabkan perlunya pemeriksaan mendalam. Peredaran daging yang mengalami pemeriksaan mendalam boleh diedarkan setelah menerima hasil pemeriksaan dan diperbolehkan untuk diedarkan ke konsumen (Manual Kesmavet, 1993).
Menurut SK Menteri Pertanian Nomor: 431/Kpts/TN.310/7/1992 yang terdapat dalam Manual Kesmavet (1993) pemeriksaan sederhana seperti yang telah disebutkan di atas dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kepala lidah yang dilakukan secara lengkap dengan cara melihat, meraba, dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah (massetter) serta kelenjar-kelenjar sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis dan tonsil.
b. Pemeriksaan organ rongga dada yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya oesophagus, larynx, trachea, paru-paru serta kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum anterior, medialis dan posterior, jantung dengan memperhatikan pericardium, epicardium, myocardium, endocardium, dan katup jantung dan yang terakhir diafragma.
c. Pemeriksaan organ rongga perut yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya hati dan limpa, ginjal meliputi capsul, corteks dan medulanya dan pemeriksaan pada usus beserta kelenjar mesenterialis.
d. Pemeriksaan alat genetalia dan ambing yang dilakukan bila ada penyakit yang dicurigai.
e. Pemeriksaan karkas yang dilakukan dengan melihat, meraba dan menyayat seperlunya kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan poplitea.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa pemeriksaan secara mendalam berupa penerapan salah satu atau beberapa tindakan-tindakan sebagai berikut:
a. Pengukuran pH daging.
b. Uji permulaan pembusukan daging.
c. Uji kesempurnaan pengeluaran darah.
d. Uji memasak dan memanggang (untuk pejantan).
e. Pemeriksaan mikrobiologi dan parasitologi.
f. Pemeriksaan residu antibiotika dan hormon.
g. Pemeriksaan zat warna empedu.
Tata cara penanganan daging diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 (Manual Kesmavet, 1993), sebagai berikut:
a. Daging sebelum diedarkan harus dilakukan pelayuan selama sekurang-kurangnya 8 jam dengan cara menggantungkan di dalam ruang pelayuan yang sejuk, cukup ventilasi, terpelihara baik, dan higienis.
b. Daging yang akan diedarkan harus memenuhi syarat (sesuai dengan SK Menpan) yang telah dikeluarkan oleh tanggung jawab dari RPH atau tempat pemotongan hewan.
c. Tidak diperbolehkan menambah bahan atau zat pada daging yang dapat mengubah warna aslinya.
d. Dalam penanganannya daging tidak boleh kontak dengan lantai dan tidak terkontaminasi.
e. Apabila diperlukan membagi karkas menjadi empat bagaian atau kurang dengan cara pemotongan dalam keadaan menggantung atau disediakan meja khusus.
f. Daging dalam bentuk tanpa tulang harus didinginkan sampai suhu 10oC atau kurang atau dibekukan sampai sushu –15oC dan harus dibungkus atau dikemas dengan baik.
g. Dalam pengangkutan karkas atau bagian karkas harus tetap dalam keadaan menggantung dan terpisah dari isi rongga perut dan dada serta bagian hewan potong lainnya.
h. Selama dalam pengangkutan tidak diperbolehkan seorang pun dalam ruang daging kendaraan pengangkut.
i. Pengangkutan daging untuk tujuan Dati II, Dati I atau negara lain harus disertai Surat Keterangan Kesehatan Dan Asal Daging yang dikeluarkan oleh petugas pemeriksa yang berwenang.
j. Untuk tujuan eksport dan antar pulau harus memenuhi persyaratan karantina yang berlaku.
k. Ruang daging dalam kendaraan angkutan hanya dikhususkan untuk mengangkut daging dan memenuhi syarat yang ditentukan, antara lain: terbuat dari bahan anti karat, berlantai tidak licin, bersudut pertemuan antar dinding melengkung dan mudah dibersihkan, dilengkapi dengan alat penggantung dan lampu penerang yang cukup, dan untuk pengangkutan yang memerlukan waktu lebih dari 2 jam harus bersuhu setinggi-tingginya 10oC dan untuk daging beku bersuhu setinggi-tingginya –15oC.
l. Selama perjalanan tempat daging tidak boleh dibuka atau harus ditutup.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tempat penjualan daging di pasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Terpisah dari tempat penjualan komoditi yang lain.
b. Bangunan permanen dengan lantai kedap air, ventilasi cukup, langit-langit tidak mudah dilepas bagiannya, dinding tembok permukaannya licin dan berwarna terang atau yang terbuat dari porselin putih, mempunyai loket yang bagian atasnya dilengkapi dengan kawat kasa atau alat lain untuk mencegah masuknya lalat atau serangga lain serta dilengkapi lampu penerangan yang cukup.
c. Disediakan meja berlapis porselin putih dan tempat serta alat penggantung bagian daging yang terbuat dari bahan yang tidak berkarat.
d. Selalu tersedia air bersih yang cukup untuk keperluan pembersihan tempat penjualan dan tempat pencucian tangan.
e. Selalu dalam keadaan bersih.
f. Daging beku dan daging dingin yang ditawarkan di toko daging dan swalayan harus ditempatkan dalam alat pendingin, kotak pamer berpendingin dengan suhu yang sesuai dengan suhu daging yang dilengkapi dengan lampu yang pantulan cahayanya tidak merubah warna asli daging.
g. Daging yang dijual dengan menjajakan keliling dari rumah ke rumah harus ditempatkan di dalam wadah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: mempunyai tutup, sedapat-dapatnya berwarna putih dan bagian dalamnya dilapisi dengan bahan yang tidak berkarat.
Gambar 1. Bentuk, ukuran dan tulisan tanda stempel daging hewan potong
Babi
Sebelum pemotongan babi harus diperiksa dahulu kesehatannya dengan pemeriksaan yang disebut pemeriksaan ante mortem pada tempat yang telah disediakan dan oleh petugas pemeriksa yang berwenang, dengan pengamatan sebagai berikut:
a. Keadaan umumnya dengan memperhatikan sikap babi saat berdiri dan bergerak dari segala arah.
b. Keadaan lubang kumlah, selaput lendir mulut, mata, dan cermin hidung.
c. Keaadan kulit dan bila perlu kelenjar getah bening sub maxillaris, parotidea, prescapularis, dan inguinalis.
d. Ada atau tidak adanya babi telah disuntik dengan suntikan hormon.
e. Suhu badannya.
f. Mengadakan pengujian laboratorium jika terjadi kecurigaan tentang adanya penyakit yang tidak diketahui dari pengamatan.
Setelah dilakukan pengujian ante mortem tersebut diberikan ijin (berlaku hanya 24 jam) untuk disembelih oleh petugas pemeriksa yang diberi wewenang jika ternak dalam keadaan memenuhi syarat untuk disembelih (sehat dan daging tidak membahayakan bagi konsumen).
Cara penyembelihan babi berlainan dengan cara penyembelihan hewan, penyembelihan hewan dengan menggunakan kaidah-kaidah aturan cara penyembelihan secara Islam, jika penyembelihan dengan cara seperti yang diterangkan oleh Manual Kesmavet (1993), sebagai berikut:
a. Menyembelih babi dilakukan dengan menusuk jantung melalui intercostal I atau dengan memotong urat nadi leher.
b. Sebelum disembelih dapat dipingsankan dahulu.
c. Setelah babi tidak menunjukkan tanda-tanda bergrak dan darah berhenti mengalir dilakukan penyelesaian dengan urutan: babi digantung, dikuliti, isi rongga perut dan dada dikeluarkan, karkas dibelah memanjang sampai batas kepala, kepala dapat dilepaskan dari karkas.
d. Untuk upacara adat dan keagamaan pengulitan dapat tidak dilakukan atas ijin khusus petugas pemeriksa dan setelah penyembelihan dilakukan penanganan dengan urutan: babi dimasukkan ke dalam air panas, bulu dikerok sampai habis, digantung, isi rongga perut dan dada dikeluarkan.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa setelah proses penanganan penyembelihan selesai di RPB (Rumah Pemotongan Babi) dilakukan pemeriksaan post mortem pada daging dan bagian-bagian yang lain secara utuh. Dalam pemeriksaan ini diperlukan pisau tajam dan alat-alat yang lain yang bersih dan tidak berkarat yang sudah disuci hamakan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas berwenang yang telah ditunjuk pada empat yang terang dan disediakan khusus. Pemeriksaan post mortem diawali dengan pemeriksaan sederhana dan jika diperlukan dilanjutkan dengan pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis (bau, warna dan konsistensi) dan pemeriksaan dengan cara melihat, meraba dan menyayat.
Pemeriksaan sederhana dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
a. Kepala dan lidah dilihat secara lengkap dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah serta kelenjar-kelenjar sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis, dan tonsil.
b. Rongga dada dilihat, diraba dan disayat seperlunya pada oesophagus, larynx, trachea, paru-paru serta kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum anterior, medialis dan posterior, jantung diperhatikan pada bagian pericardium dan katup jantung, dan yang terakhir pada diafragma.
c. Organ rongga perut dilihat, diraba dan disayat seperlunya pada bagian limpa, hati, ginjal (capsul, cortex, medula) dan usus beserta kelenjar mesenterialis.
d. Alat genetalia dan ambing diperiksa bila ada gejala penyakit yang dicurigai.
e. Karkas diraba, dilihat, dan disayat seperlunya terutama pada kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan poplitea.
Manual Kesmavet (1993) menyatakan perlu dilakukan pemeriksaan mendalam apabila produk babi yang disembelih tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem, diperiksa secara ante mortem tetapi diijinkan disembelih dengan syarat dan jika pada pemeriksaan sederhana terdapat kelainan. Pemeriksaan mendalam dilakukan dengan menerapkan salah satu atau beberapa tindakan sebagai berikut:
a. Pengukuran pH daging.
b. Uji permulaan pembusukan daging.
c. Uji kesempurnaan pengeluaran darah.
d. Uji memasak dan memanggang (untuk pejantan).
e. Pemeriksaan mikrobiologi dan parasitologi.
f. Pemeriksaan residu antibiotika dan hormon.
g. Pemeriksaan zat warna empedu.
Setelah pemeriksaan secara mendalam selesai maka daging babi tersebut dinyatakan oleh petugas yang telah mendapat wewenang dapat diedarkan untuk konsumsi, diedarkan dengan syarat sebelum pengedaran, diedarkan dengan syarat selama pengedaran dan tidak boleh diedarkan. Daging boleh diedarkan untuk konsumsi bila daging babi tersebut dari babi yang tidak menderita suatu penyakit. Daging boleh diedarkan dengan syarat sebelum pengedaran apabila dilakukan perlakuan tertentu sebelum diedarkan. Daging boleh diedarkan untuk konsumsi dengan syarat harus dilakukan perlakuan tertentu atau cara tertentu dalam pengedarannya atau dilakukan pengawasan dengan cara tertentu selama pengedarannya apabila dalam pemeriksaan post mortem dijumpai warna, konsistensi atau bau daging yang tidak normal, septichemia, cachexia, hydrops, dan oedema. Daging babi dinyatakan tidak boleh diedarkan untuk konsumsi apabila berasal dari babi yang menderita penyakit:
a. Antraks.
b. Tetanus.
c. Rabies.
d. Pseudo rabies.
e. Erysipelas akut dengan erythrema.
f. Hog cholera.
g. Tuberculosis yang sifatnya ekstensif.
h. Cysticercosis dengan infestasi merata.
i. Trichinellosis dengan infestasi berat.
j. Mycotoxicosis baik akut maupun kronis.
k. Collibacilosis.
l. Residu pestisida/ obat/ hormon/ bahan kimia/ lain yang membahayakan manusia.
Sebelum diedarkan untuk dikonsumsi pasca pemeriksaan post mortem petugas yang berwenang memberikan tanda stempel pada daging dengan menggunakan zat warna yang tidak membahayakan kesehatan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh aturan yang berlaku seperti tampak pada Gambar 2 (babi).
Gambar 2. Model, ukuran, dan tulisan tanda/stempel daging babi
DAFTAR PUSTAKA
Koswara, O., 1988. Persyaratan Rumah Pemotongan Hewan dan Veterinary Hygine Untuk Eksport Produk-produk Peternakan. Makalah Seminar Ternak Potong, Jakarta.
Lestari, P.T.B.A., 1994a. Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia Indonesia. P. T. Bina Aneka Lestari, Jakarta.
Lestari, P.T.B.A., 1994b. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di Indonesia. P. T. Bina Aneka Lestari, Jakarta.
Manual Kesmavet, 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
PENDAHULUAN
Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Oleh sebab itu, daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food).
Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai penerapan sistem product safety pada RPH. Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan.
Penerapan product safety pada RPH ditujukan untuk memberikan jaminan keamanan dan mutu daging yang dihasilkan, termasuk kehalalan, dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen, serta turut menjaga kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, sistem tersebut berfungsi sebagai pengawasan dan pengendalian penyakit hewan dan zoonosis di RPH sebagai bagian dari sistem kesehatan hewan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
Dilihat dari mata rantai penyediaan daging di Indonesia, maka salah satu tahapan terpenting adalah penyembelihan hewan di RPH. Rumah pemotongan hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratatn teknis dan higiene tertentu, yang digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat. Peraturan perundangan yang berkaitan persyaratan RPH di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan.
Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas (Manual Kesmavet, 1993).
Usaha pemotongan hewan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan hewan selain unggas di rumah pemotongan hewan milik sendiri atau milik pihak lain atau menjual jasa pemotongan hewan (Manual Kesmavet, 1993).
1. Fungsi Rumah Potong Hewan/RPH
Rumah Pemotongan Hewan merupakan unit/sarana pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging sehat mempunyai fungsi sebagai:
a. Tempat dilaksanakannya pemotongan hewan secara benar.
b. Tempat dilaksanakannya pemeriksaan hewan sebelum dipotong (antemortem) dan pemeriksaan daging (post mortem) untuk mencegah penularan penyakit hewan ke manusia.
c. Tempat untuk mendeteksi dan memonitor penyakit hewan yang ditemukan pada pemeriksaan ante mortem dan post mortem guna pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular di daerah asal hewan.
d. Melaksanakan seleksi dan pengendalian pemotongan hewan besar betina bertanduk yang masih produktif.
Pendapat lain dikemukakan oleh Lestari (1994) bahwa Rumah Pemotongan Hewan mempunyai fungsi antara lain sebagai:
a. Sarana strategis tata niaga ternak ruminansia, dengan alur dari peternak, pasar hewan, RPH yang merupakan sarana akhir tata niaga ternak hidup, pasar swalayan/pasar daging dan konsumen yang merupakan sarana awal tata niaga hasil ternak.
b. Pintu gerbang produk peternakan berkualitas, dengan dihasilkan ternak yang gemuk dan sehat oleh petani sehingga mempercepat transaksi yang merupakan awal keberhasilan pengusaha daging untuk dipotong di RPH terdekat.
c. Menjamin penyediaan bahan makanan hewani yang sehat, karena di RPH hanya ternak yang sehat yang bisa dipotong.
d. Menjamin bahan makanan hewani yang halal, dengan dilaksanakannya tugas RPH untuk memohon ridlo Yang Kuasa dan perlakuan ternak tidak seperti benda atau yang manusiawi.
e. Menjamin keberadaan menu bergizi tinggi, yang dapat memperkaya masakan khas Indonesia dan sebagai sumber gizi keluarga/rumah tangga.
f. Menunjang usaha bahan makanan hewani, baik di pasar swalayan, pedagang kaki lima, industri pengolahan daging dan jasa boga.
2. Persyaratan yang harus dimiliki oleh Rumah Potong Hewan/RPH
Syarat–syarat RPH telah diatur juga di dalam SK Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986. Persyaratan ini dibagi menjadi prasyarat untuk RPH yang digunakan untuk memotong hewan guna memenuhi kebutuhan lokal di Kabupaten/Kotamadya Derah Tingkat II, memenuhi kebutuhan daging antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam satu Propinsi Daerah Tingkat I, memenuhi kebutuhan daging antar Propinsi Daerah Tingkat I dan memenuhi kebutuhan eksport (Manual Kesmavet, 1993).
Menurut Manual Kesmavet (1993) RPH ini harus memenuhi syarat yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi syarat lokasi, kelengkapan bangunan, komponen bangunan utama dan kelengkapan RPH:
1. Lokasi RPH.
a. Lokasi RPH di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan misalnya di bagian pinggir kota yang tidak padat penduduknya, dekat aliran sungai atau di bagian terendah kota.
b. Lokasi RPH di tempat yang mudah dicapai dengan kendaraan atau dekat jalan raya (Lestari, 1994b; Manual Kesmavet, 1993).
2. Kelengkapan bangunan.
a. Kompleks bangunan RPH harus dipagar untuk memudahkan penjagaan dan keamanan serta mencegah terlihatnya proses pemotongan hewan dari luar.
b. Mempunyai bangunan utama RPH.
c. Mempunyai kandang hewan untuk istirahat dan pemeriksaan ante mortem.
d. Mempunyai laboratorium sederhana yang dapat dipergunakan untuk pemeriksaan kuman dengan pewarnaan cepat, parasit, pH, pemeriksaan permulaan pembusukan dan kesempurnaan pengeluaran darah.
e. Mempunyai tempat untuk memperlakukan hewan atau karkas yang ditolak berupa tempat pembakar atau penguburan.
f. Mempunyai tempat untuk memperlakukan hewan yang ditunda pemotongannya.
g. Mempunyai bak pengendap pada saluran buangan cairan yang menuju ke sungai atau selokan.
h. Mempunyai tempat penampungan sementara buangan padat sebelum diangkut.
i. Mempunyai ruang administrasi, tempat penyimpan alat, kamar mandi dan WC.
j. Mempunyai halaman yang dipergunakan sebagai tempat parkir kendaraaan.
3. Komponen bangunan utama.
a. Mempunyai tempat penyembelihan hewan, tempat pengulitan, tempat pengeluaran jeroan dari rongga perut dan dada, tempat pembagian karkas, tempat pemeriksaan kesehatan daging.
b. Mempunyai tempat pembersihan dan pencucian jeroan yang terpisah dengan air yang cukup.
c. Berdinding dalam yang kedap air terbuat dari semen, porselin atau bahan yang sejenis setinggi dua meter, sehingga mudah dibersihkan.
d. Berlantai kedap air, landai kearah saluran pembuangan agar air mudah mengalir, tidak licin dan sedikit kasar.
e. Sudut pertemuan antar dinding dan dinding dengan lantai berbentuk lengkung.
f. Berventilasi yang cukup untuk menjamin pertukaran udara.
4. Kelengkapan RPH.
a. Mempunyai alat-alat yang dipergunakan untuk persiapan sampai dengan penyelesaian proses pemotongan termasuk alat pengerek dan penggantung karkas pada waktu pengulitan serta pakaian khusus untuk tukang sembelih dan pekerja lainnya.
b. Peralatan yang lengkap untuk petugas pemeriksa daging.
c. Persediaan air bersih yang cukup.
d. Alat pemelihara kesehatan.
e. Pekerja yang mempunyai pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat veteriner yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan prosedur yang berlaku dalam pemotongan hewan serta penanganan daging.
Untuk RPH bagi pemotongan babi mempunyai syarat tambahan, yaitu:
a. RPH harus ada persediaan air hangat untuk perontokan bulu.
b. Bangunan utama RPH, kandang dan tempat penyimpanan/pembersihan alat untuk babi harus terpisah dengan jarak yang cukup atau dengan pagar tembok setinggi paling sedikit 3 meter atau terpisah total dengan dinding tembok dan terletak di tempat yang lebih rendah dari pada yang untuk hewan lainnya.
Memenuhi Kebutuhan Daging Antar Dati II Dalam Satu Dati I
Menurut Manual Kesmavet (1993) untuk RPH yang diperuntukkan memenuhi kebutuhan daging antar Dati II dalam satu Dati I harus memenuhi semua syarat dari RPH untuk memenuhi daging dalam kebutuhan lokal Dati II ditambah dengan:
a. Kandang istirahat berlantai semen.
b. Laboratorium yang juga dapat dipergunakan untuk identifikasi kuman dengan pemupukan.
c. Tempat pemotongan darurat yang dilengkapi dengan ruang penahan daging.
d. Instalasi pengolahan limbah yang berupa saringan untuk memisahkan limbah/buangan padat secara fisik.
e. Mempunyai tempat pelayuan dengan dinding yang bagian dalamnya dilapisi bahan kedap air setinggi 2 meter dan dilengkapi dengan exhauster.
f. Dilengkapi dengan timbangan untuk karkas serta rel-rel pengangut karkas.
Memenuhi Kebutuhan Daging Antar Dati I
Menurut Manual Kesmavet (1993) untuk RPH yang diperuntukkan memenuhi kebutuhan daging antar Dati I harus memenuhi semua syarat RPH untuk memenuhi daging antar Dati II dalam satu Dati I ditambah dengan:
a. Laboratorium yang juga dapat digunakan untuk pemeriksaan residu antibiotika.
b. Instalasi pengolahan limbah dengan perlakuan secara fisik dan biologis (filtrasi, areasi, digesti anaerobis dan sedimentasi).
c. Tempat parkir kendaraan angkutan daging.
d. Mempunyai kandang istirahat berlantai semen dengan jarakminimal 50 meter dari bangunan utama.
e. Tempat untuk memperlakukan karkas/bahan yang ditolak berupa incineratordengan pembakar bertekanan yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan (dengan cerobong asap).
f. Mempunyai ruang khusus dalam banguan utama untuk tempat mencuci dan merebus jeroan.
g. Mempunyai ruang pelayuan dengan dinding yang seluruh bagian dalamnya dilapisi porselin atau bahan lain yang sejenis dan dilengkapi dengan temperatur 18oC.
h. Mempunyai ruang pelepasan daging dari tulang dengan temperatur 18oC.
i. Dinding bagian dalam dari bangunan utama RPH tertutup penuh dengan porselin.
j. Tersedia air panas untuk mencuci pisau dan alat penanganan lain.
k. Mempunyai ruang ganti pakaian untuk karyawan.
l. Memeiliki kendaraan angkutan daging tanpa atau dengan alat pendingin yang disesuaikan dengan jarak angkut.
m. Dipekerjakan Dokter Hewan.
Memenuhi Kebutuhan Daging Eksport
Menurut Koswara (1998) dan Manual Kesmavet (1993) RPH yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan daging eksport harus memenuhi persyaratan seperti pada RPH untuk memenuhi kebutuhan antar Dati I ditambah dengan:
a. Mempunyai ruang pendingin yang dilengkapi dengan pintu pengaman dari bahan tidak berkarat serta pengatur sushu.
b. Mempunyai ruang pelepasan daging dari tulang dengan temperatur 10oC.
c. Mempunyai ruang pembungkusan, pewadahan dan penandaan produk akhir.
d. Mempunyai laboratorium yang juga dapat dipergunakan untuk pemeriksaaan hormon.
e. Mempunyai ruang untuk ganti pakaian, locker, ruang istirahat karyawan serta kantin.
f. Mempunyai kendaraan angkutan khusus yang harus dilengkapi dengan alat pendingin atau pengatur suhu.
3. Usaha Pemotongan Hewan
Menurut Manual Kesmavet (1993) usaha pemotongan hewan dapat dilaksanakan oleh perorangan WNI atau badan yang didirikan menurut hukum di Indonesia. Usaha pemotongan hewan didasarkan pada luasan peredaran daging yang dihasilkan dan diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomer: 555/Kpts/TN.240/9/1986. Adapun usaha pemotongan hewan tersebut terbagi menjadi:
a. Kelas A: penyediaan daging untuk kebutuhan ekspor.
b. Kelas B: penyediaan daging untuk kebutuhan antar Propinsi Daerah Tingkat I.
c. Kelas C: penyediaan daging untuk kebutuhan antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di dalam satu Propinsi Daerah Tingkat I.
d. Kelas D: penyediaan daging untuk kebutuhan di dalam wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Usaha pemotongan hewan menurut kegiatan usaha pemotongan hewan terdiri dari tiga kategori:
a. Kategori I: kegiatan melaksanakan pemotongan hewan milik sendiri di rumah pemotongan hewan milik sendiri.
b. Kategori II: kegiatan menjual jasa pemotongan hewan atau melaksanakan pemotongan hewan milik orang lain.
c. Kategori III: kegiatan melaksanakan pemotongan hewan pada rumah pemotongan hewan milik orang lain
(Manual Kesmavet, 1993).
4. Syarat Tata Cara Pemotongan
Syarat dan tata cara pemotongan hewan diatur di dalam SK Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 dan dibedakan antara babi dengan sapi, kambing, domba, kerbau dan kuda (Manual Kesmavet, 1993).
Sapi, Kambing, Domba, Kerbau dan Kuda
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi hewan potong yang diuraikan dalam Manual Kesmavet (1993):
a. Disertai surat kepemilikan.
b. Disertai bukti pembayaran retribusi/pajak potong.
c. Memiliki surat ijin potong.
d. Dilakukan pemeriksaan ante mortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang paling lama 24 jam sebelum penyembelihan.
e. Diistirahatkan paling sedikit 12 jam sebelum penyembelihan dilakukan.
f. Penyembelihannya dilakukan di rumah pemotongan hewan atau tempat pemotongan hewan.
g. Pelaksanaan pemotongan hewan potong dilakukan di bawah pengawasan dan menurut petunjuk-petunjuk petugas pemeriksa yang berwenang.
h. Tidak dalam keadaan bunting.
i. Penyembelihannya dilakukan menurut tata cara agama Islam.
Syarat-syarat tersebut diatas untuk hewan potong bisa tidak dipenuhi jika dilakukan penyembelihan darurat. Penyembelihan hewan darurat dapat dilaksanakan jika hewan potong yang bersangkutan menderita kecelakaan yang membahayakan jiwanya dan jika hewan tersebut membahayakan keselamatan manusia dan atau barang. Jika penyembelihan darurat dilaksanakan di RPH atau tempat pemotongan hewan maka syarat d dan e tidak perlu dipenuhi. Jika penyembelihan darurat dilaksanakan diluar RPH atau tempat pemotongan hewan, maka syarat c, d, e, f, g, dan h tidak perlu dipenuhi dan setelah penyembelihan hewan harus dibawa ke RPH atau tempat pemotongan hewan untuk penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaan post mortem. Untuk penyembelihan hewan potong dalam rangka agama dan adat syarat b dan f tidak perlu dipenuhi (Manual Kesmavet, 1993).
Babi
Manual Kesmavet (1993) menerangkan bahwa SK Menteri Pertanian Nomor: 294/Kpts/TN.240/5/1989 memberikan syarat bagi babi yang harus dipotong sebagai berikut:
a. Harus disertai surat pemilikan dan bukti pembayaran retribusi/pajak potong menurut peraturan yang berlaku.
b. Dinyatakan diijinkan untuk dipotong tanpa syarat atau dengan syarat menurut pemeriksaan ante mortem yang dilakukan paling lama 24 jam sebelum penyenbelihan. Syarat ini tidak berlaku apabila dilakukan penyembelihan secara darurat.
c. Diistirahatkan paling lama 12 jam sebelum dilakukan penyembelihan.
5. Pelaksanaan Pemotongan Hewan pada Rumah Potong Hewan/RPH
Sapi, Kambing, Domba, Kerbau dan Kuda
Manual Kesmavet (1993) mengutarakan bahwa pemeriksaan ante mortem dilaksanakan dengan mengamati dengan seksama hewan potong yang akan disembelih mengenai:
a. Sikap hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilihat dari segala arah.
b. Lubang kumlah, selaput lendir mulut, mata, dan cermin hidung.
c. Kulit, kelenjar getah bening sub maxillaris, parotidea, prescapularis, dan inguinalis.
d. Ada atau tidaknya adanya tanda-tanda hewan potong telah disuntik hormon dan suhu badannya.
e. Mengadakan pengujian laboratorik apabila terdapat kecurigaan tentang adanya penyakit yang tidak dapat diketahui dalam pengamatan.
Pemeriksaan post mortem dimulai dengan pemeriksaan sederhana dan apabila diperlukan dilengkapi dengan pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis yaitu terhadap bau, warna konsistensis dan pemeriksaan dengan cara melihat, meraba dan menyayat. Pemeriksaan mendalam dilakukan terhadap semua daging dan bagian hewan potong yang sisembelih tanpa pemeriksaan ante mortem, terhadap semua daging dan bagian hewan yang menderita atau menunjukkan gejala penyakit coryza gangraenosa bovum, haemorhagic septicemiia, piroplasmosis, surra, influensa equorum, arthritis, hernia, fractura, abces, ephithelimia, actinomycosis, actinobacillosis, mastitis, septichemia, cachexia, hydrops, oedema, brucellosis dan tuberculosis dan apabila berdasarkan pemeriksaan sederhana terdapat kelainan yang menyebabkan perlunya pemeriksaan mendalam. Peredaran daging yang mengalami pemeriksaan mendalam boleh diedarkan setelah menerima hasil pemeriksaan dan diperbolehkan untuk diedarkan ke konsumen (Manual Kesmavet, 1993).
Menurut SK Menteri Pertanian Nomor: 431/Kpts/TN.310/7/1992 yang terdapat dalam Manual Kesmavet (1993) pemeriksaan sederhana seperti yang telah disebutkan di atas dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kepala lidah yang dilakukan secara lengkap dengan cara melihat, meraba, dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah (massetter) serta kelenjar-kelenjar sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis dan tonsil.
b. Pemeriksaan organ rongga dada yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya oesophagus, larynx, trachea, paru-paru serta kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum anterior, medialis dan posterior, jantung dengan memperhatikan pericardium, epicardium, myocardium, endocardium, dan katup jantung dan yang terakhir diafragma.
c. Pemeriksaan organ rongga perut yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya hati dan limpa, ginjal meliputi capsul, corteks dan medulanya dan pemeriksaan pada usus beserta kelenjar mesenterialis.
d. Pemeriksaan alat genetalia dan ambing yang dilakukan bila ada penyakit yang dicurigai.
e. Pemeriksaan karkas yang dilakukan dengan melihat, meraba dan menyayat seperlunya kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan poplitea.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa pemeriksaan secara mendalam berupa penerapan salah satu atau beberapa tindakan-tindakan sebagai berikut:
a. Pengukuran pH daging.
b. Uji permulaan pembusukan daging.
c. Uji kesempurnaan pengeluaran darah.
d. Uji memasak dan memanggang (untuk pejantan).
e. Pemeriksaan mikrobiologi dan parasitologi.
f. Pemeriksaan residu antibiotika dan hormon.
g. Pemeriksaan zat warna empedu.
Tata cara penanganan daging diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 (Manual Kesmavet, 1993), sebagai berikut:
a. Daging sebelum diedarkan harus dilakukan pelayuan selama sekurang-kurangnya 8 jam dengan cara menggantungkan di dalam ruang pelayuan yang sejuk, cukup ventilasi, terpelihara baik, dan higienis.
b. Daging yang akan diedarkan harus memenuhi syarat (sesuai dengan SK Menpan) yang telah dikeluarkan oleh tanggung jawab dari RPH atau tempat pemotongan hewan.
c. Tidak diperbolehkan menambah bahan atau zat pada daging yang dapat mengubah warna aslinya.
d. Dalam penanganannya daging tidak boleh kontak dengan lantai dan tidak terkontaminasi.
e. Apabila diperlukan membagi karkas menjadi empat bagaian atau kurang dengan cara pemotongan dalam keadaan menggantung atau disediakan meja khusus.
f. Daging dalam bentuk tanpa tulang harus didinginkan sampai suhu 10oC atau kurang atau dibekukan sampai sushu –15oC dan harus dibungkus atau dikemas dengan baik.
g. Dalam pengangkutan karkas atau bagian karkas harus tetap dalam keadaan menggantung dan terpisah dari isi rongga perut dan dada serta bagian hewan potong lainnya.
h. Selama dalam pengangkutan tidak diperbolehkan seorang pun dalam ruang daging kendaraan pengangkut.
i. Pengangkutan daging untuk tujuan Dati II, Dati I atau negara lain harus disertai Surat Keterangan Kesehatan Dan Asal Daging yang dikeluarkan oleh petugas pemeriksa yang berwenang.
j. Untuk tujuan eksport dan antar pulau harus memenuhi persyaratan karantina yang berlaku.
k. Ruang daging dalam kendaraan angkutan hanya dikhususkan untuk mengangkut daging dan memenuhi syarat yang ditentukan, antara lain: terbuat dari bahan anti karat, berlantai tidak licin, bersudut pertemuan antar dinding melengkung dan mudah dibersihkan, dilengkapi dengan alat penggantung dan lampu penerang yang cukup, dan untuk pengangkutan yang memerlukan waktu lebih dari 2 jam harus bersuhu setinggi-tingginya 10oC dan untuk daging beku bersuhu setinggi-tingginya –15oC.
l. Selama perjalanan tempat daging tidak boleh dibuka atau harus ditutup.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tempat penjualan daging di pasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Terpisah dari tempat penjualan komoditi yang lain.
b. Bangunan permanen dengan lantai kedap air, ventilasi cukup, langit-langit tidak mudah dilepas bagiannya, dinding tembok permukaannya licin dan berwarna terang atau yang terbuat dari porselin putih, mempunyai loket yang bagian atasnya dilengkapi dengan kawat kasa atau alat lain untuk mencegah masuknya lalat atau serangga lain serta dilengkapi lampu penerangan yang cukup.
c. Disediakan meja berlapis porselin putih dan tempat serta alat penggantung bagian daging yang terbuat dari bahan yang tidak berkarat.
d. Selalu tersedia air bersih yang cukup untuk keperluan pembersihan tempat penjualan dan tempat pencucian tangan.
e. Selalu dalam keadaan bersih.
f. Daging beku dan daging dingin yang ditawarkan di toko daging dan swalayan harus ditempatkan dalam alat pendingin, kotak pamer berpendingin dengan suhu yang sesuai dengan suhu daging yang dilengkapi dengan lampu yang pantulan cahayanya tidak merubah warna asli daging.
g. Daging yang dijual dengan menjajakan keliling dari rumah ke rumah harus ditempatkan di dalam wadah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: mempunyai tutup, sedapat-dapatnya berwarna putih dan bagian dalamnya dilapisi dengan bahan yang tidak berkarat.
Gambar 1. Bentuk, ukuran dan tulisan tanda stempel daging hewan potong
Babi
Sebelum pemotongan babi harus diperiksa dahulu kesehatannya dengan pemeriksaan yang disebut pemeriksaan ante mortem pada tempat yang telah disediakan dan oleh petugas pemeriksa yang berwenang, dengan pengamatan sebagai berikut:
a. Keadaan umumnya dengan memperhatikan sikap babi saat berdiri dan bergerak dari segala arah.
b. Keadaan lubang kumlah, selaput lendir mulut, mata, dan cermin hidung.
c. Keaadan kulit dan bila perlu kelenjar getah bening sub maxillaris, parotidea, prescapularis, dan inguinalis.
d. Ada atau tidak adanya babi telah disuntik dengan suntikan hormon.
e. Suhu badannya.
f. Mengadakan pengujian laboratorium jika terjadi kecurigaan tentang adanya penyakit yang tidak diketahui dari pengamatan.
Setelah dilakukan pengujian ante mortem tersebut diberikan ijin (berlaku hanya 24 jam) untuk disembelih oleh petugas pemeriksa yang diberi wewenang jika ternak dalam keadaan memenuhi syarat untuk disembelih (sehat dan daging tidak membahayakan bagi konsumen).
Cara penyembelihan babi berlainan dengan cara penyembelihan hewan, penyembelihan hewan dengan menggunakan kaidah-kaidah aturan cara penyembelihan secara Islam, jika penyembelihan dengan cara seperti yang diterangkan oleh Manual Kesmavet (1993), sebagai berikut:
a. Menyembelih babi dilakukan dengan menusuk jantung melalui intercostal I atau dengan memotong urat nadi leher.
b. Sebelum disembelih dapat dipingsankan dahulu.
c. Setelah babi tidak menunjukkan tanda-tanda bergrak dan darah berhenti mengalir dilakukan penyelesaian dengan urutan: babi digantung, dikuliti, isi rongga perut dan dada dikeluarkan, karkas dibelah memanjang sampai batas kepala, kepala dapat dilepaskan dari karkas.
d. Untuk upacara adat dan keagamaan pengulitan dapat tidak dilakukan atas ijin khusus petugas pemeriksa dan setelah penyembelihan dilakukan penanganan dengan urutan: babi dimasukkan ke dalam air panas, bulu dikerok sampai habis, digantung, isi rongga perut dan dada dikeluarkan.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa setelah proses penanganan penyembelihan selesai di RPB (Rumah Pemotongan Babi) dilakukan pemeriksaan post mortem pada daging dan bagian-bagian yang lain secara utuh. Dalam pemeriksaan ini diperlukan pisau tajam dan alat-alat yang lain yang bersih dan tidak berkarat yang sudah disuci hamakan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas berwenang yang telah ditunjuk pada empat yang terang dan disediakan khusus. Pemeriksaan post mortem diawali dengan pemeriksaan sederhana dan jika diperlukan dilanjutkan dengan pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis (bau, warna dan konsistensi) dan pemeriksaan dengan cara melihat, meraba dan menyayat.
Pemeriksaan sederhana dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
a. Kepala dan lidah dilihat secara lengkap dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah serta kelenjar-kelenjar sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis, dan tonsil.
b. Rongga dada dilihat, diraba dan disayat seperlunya pada oesophagus, larynx, trachea, paru-paru serta kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum anterior, medialis dan posterior, jantung diperhatikan pada bagian pericardium dan katup jantung, dan yang terakhir pada diafragma.
c. Organ rongga perut dilihat, diraba dan disayat seperlunya pada bagian limpa, hati, ginjal (capsul, cortex, medula) dan usus beserta kelenjar mesenterialis.
d. Alat genetalia dan ambing diperiksa bila ada gejala penyakit yang dicurigai.
e. Karkas diraba, dilihat, dan disayat seperlunya terutama pada kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan poplitea.
Manual Kesmavet (1993) menyatakan perlu dilakukan pemeriksaan mendalam apabila produk babi yang disembelih tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem, diperiksa secara ante mortem tetapi diijinkan disembelih dengan syarat dan jika pada pemeriksaan sederhana terdapat kelainan. Pemeriksaan mendalam dilakukan dengan menerapkan salah satu atau beberapa tindakan sebagai berikut:
a. Pengukuran pH daging.
b. Uji permulaan pembusukan daging.
c. Uji kesempurnaan pengeluaran darah.
d. Uji memasak dan memanggang (untuk pejantan).
e. Pemeriksaan mikrobiologi dan parasitologi.
f. Pemeriksaan residu antibiotika dan hormon.
g. Pemeriksaan zat warna empedu.
Setelah pemeriksaan secara mendalam selesai maka daging babi tersebut dinyatakan oleh petugas yang telah mendapat wewenang dapat diedarkan untuk konsumsi, diedarkan dengan syarat sebelum pengedaran, diedarkan dengan syarat selama pengedaran dan tidak boleh diedarkan. Daging boleh diedarkan untuk konsumsi bila daging babi tersebut dari babi yang tidak menderita suatu penyakit. Daging boleh diedarkan dengan syarat sebelum pengedaran apabila dilakukan perlakuan tertentu sebelum diedarkan. Daging boleh diedarkan untuk konsumsi dengan syarat harus dilakukan perlakuan tertentu atau cara tertentu dalam pengedarannya atau dilakukan pengawasan dengan cara tertentu selama pengedarannya apabila dalam pemeriksaan post mortem dijumpai warna, konsistensi atau bau daging yang tidak normal, septichemia, cachexia, hydrops, dan oedema. Daging babi dinyatakan tidak boleh diedarkan untuk konsumsi apabila berasal dari babi yang menderita penyakit:
a. Antraks.
b. Tetanus.
c. Rabies.
d. Pseudo rabies.
e. Erysipelas akut dengan erythrema.
f. Hog cholera.
g. Tuberculosis yang sifatnya ekstensif.
h. Cysticercosis dengan infestasi merata.
i. Trichinellosis dengan infestasi berat.
j. Mycotoxicosis baik akut maupun kronis.
k. Collibacilosis.
l. Residu pestisida/ obat/ hormon/ bahan kimia/ lain yang membahayakan manusia.
Sebelum diedarkan untuk dikonsumsi pasca pemeriksaan post mortem petugas yang berwenang memberikan tanda stempel pada daging dengan menggunakan zat warna yang tidak membahayakan kesehatan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh aturan yang berlaku seperti tampak pada Gambar 2 (babi).
Gambar 2. Model, ukuran, dan tulisan tanda/stempel daging babi
DAFTAR PUSTAKA
Koswara, O., 1988. Persyaratan Rumah Pemotongan Hewan dan Veterinary Hygine Untuk Eksport Produk-produk Peternakan. Makalah Seminar Ternak Potong, Jakarta.
Lestari, P.T.B.A., 1994a. Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia Indonesia. P. T. Bina Aneka Lestari, Jakarta.
Lestari, P.T.B.A., 1994b. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di Indonesia. P. T. Bina Aneka Lestari, Jakarta.
Manual Kesmavet, 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
FESES
A. FESES
1. Pengertian
Tinja atau feses adalah produk buangan saluran pencernaan hewan yang dikeluarkan melalui anus atau kloaka.
2. Pengolahan
a. Pemanfaatan Feses Ternak Sebagai Biogas
Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam (Houdkova et.al., 2008). Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Gas metan ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas. Sedangkan proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Dan Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas metan.Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion (Pambudi, 2008). Biogas yang terbentuk dapat dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH4) dalam persentase yang cukup tinggi.
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:
1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer).
2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.
3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.
Jika dilihat analisa dampak lingkungan terhadap lumpur keluaran (slurry) dari digester menunjukkan penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan pebandingan BOD/COD sebesar 0,37 lebih kecil dari kondisi normal limbah cair BOD/COD = 0,5. Sedangkan unsur utama N (1,82%), P (0,73%) dan K (0,41%) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan pupuk kompos (referensi: N (1,45%), P (1,10%) dan K (1,10%) (Widodo dkk., 2006). Berdasarkan hasil penelitian, hasil samping pupuk ini mengandung lebih sedikit bakteri patogen sehingga aman untuk pemupukan sayuran/buah, terutama untuk konsumsi segar.
Saat ini berbagai jenis bahan dan ukuran peralatan biogas telah dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran ternak. Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas ditampilkan pada gambar berikut.
Digester dapat dibuat dari bahan plastik Polyetil Propilene (PP), fiber glass atau semen, sedangkan ukuran bervariasi mulai dari 4 – 35 m3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi.
Cara Pengoperasian Unit Pengolahan (Digester) Biogas seperti terjabar dalam Seri Bioenergi Pedesaan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian tahun 2009 sebagai berikut :
1. Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 (bahan biogas).
2. Masukkan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian (inlet) hingga bahan yang dimasukkan ke digester ada sedikit yang keluar melalui lubang pengeluaran (outlet), selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di dalam digester.
3. Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah cukup banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan plastik, penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar, kompor biogas dapat dioperasikan.
4. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak kira-kira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering.
Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dan lain sebagainya.
b. Pemanfaatan Feses Ternak Sebagai Pupuk Kompos
Bahan dan Alat yang Digunakan
1. Bahan :
• Kotoran sapi yang sudah kering dengan kadar air 15 – 85 %
• Sampah organik berupa sisa - sisa pakan sapi 10 %
• Larutan Bacillus
• Dolomit / kapur gamping
2. Alat – alat yang digunakan :
• Sekop untuk mencampur atau membalikkan kotoran sapi
• Ember untuk membuat larutan Bacillus
• Penutup (plastik, karung goni, alang-alang, dan sejenisnya)
Tahapan Pembuatan
• Persiapkan tempat yang terhindar dari matahari langsung.
• Buat larutan Bacillus dengan perbandingan 2 liter air ditambah 5 sendok makan Bacillus.
Cara kerja
• Aduk kotoran sapi supaya tidak menggumpal atau jika ada sisa-sisa pakan agar tercampur
• Tiriskan atau semprot larutan Bacillus sambil diaduk sedikit demi sedikit sampai betul-betul rata
• Pemberian larutan Bacillus dihentikan bila adonan diatas sudah cukup baik/merata, dengan ciri tidak adanya lelehan air jika adonan dikepal dengan tangan
• Tutup rapat dengan alat penutup, agar tidak kena sinar matahari langsung
• Setelah 3 hari adonan dibongkar dan diaduk-aduk sambil ditambahkan lagi larutan Bacillus sampai mencukupi (sama seperti di atas). Hal yang sama dilakukan sampai umur 2 minggu
• Setelah tenggang waktu 2 minggu ditutup kembali dan ditunggu sampai umur 3 minggu
• Umur 3 minggu siap dibongkar kembali sambil diaduk-aduk dengan maksud diangin-anginkan sambil diberi kapur secara merata untuk selanjutnya pupuk siap digunakan.
PROSES PEMBUATAN KOMPOS SUPER
1. Bahan yang diperlukan:
• Kotoran sapi : 80-83%
• Serbuk gergaji : 5 %
• Bahan pemacu mikroorganisme : 0,25 %
• Abu sekam : 10 % N
• Kalsit atau kapur : 2 %
Boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, kotoran ayam maksimal 25%.
2. Tempat
Sebidang tempat beralas tanah, ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung.
3. Prosesing
• Kotoran sapi (faeses dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai ± 60%.
• Kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut kemudian dipindahkan ke lokasi, tempat pembuatan kompos super dan diberi serbuk gergaji, abu, kalsit/kapur dan stardec sesuai dosis dan seluruh bahan dicampur diaduk merata.
• Setelah .seminggu di lokasi I, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/ dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu sampai 70 °C untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos super yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.
• Seminggu kemudian dilakukan pembalikan untuk dipindahkan pada lokasi ke 3 dan dibiarkan selama satu minggu.
• Setelah satu minggu pada lokasi ke 3 kemudian dilakukan pembalikan untuk membawa pada lokasi ke 4. Pada tempat ini kompos super telah matang dengan warna pupuk coklat kehitaman bertekstur remah dan tidak berbau.
• Kemudian pupuk diayak/disaring untuk mendapatkan bentuk yang seragam serta memisahkan dari bahan yang tidak di harapkan (misalnya batu, potongan kayu, rafia) sehingga kompos super yang dihasilkan benar-benar berkualitas.
• Selanjutnya pupuk organik kompos super siap dikemas dan siap diaplikasikan ke lahan sebagai pupuk organik berkualitas pengganti pupuk kimia.
4. Kandungan Kompos Super
• Moisture/kelembaban : 45 %
• Total N : > 1,81 %
• PO2O5 : > 1,89 %
• K2O : > 1,96 %
• CaO : > 2,96 %
• MgO : > 0,70 %
• C/N ratio : Maks 16 %
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009 .http://www.majarikanayakan.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2010.
1. Pengertian
Tinja atau feses adalah produk buangan saluran pencernaan hewan yang dikeluarkan melalui anus atau kloaka.
2. Pengolahan
a. Pemanfaatan Feses Ternak Sebagai Biogas
Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam (Houdkova et.al., 2008). Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Gas metan ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas. Sedangkan proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Dan Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas metan.Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion (Pambudi, 2008). Biogas yang terbentuk dapat dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH4) dalam persentase yang cukup tinggi.
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:
1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer).
2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.
3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.
Jika dilihat analisa dampak lingkungan terhadap lumpur keluaran (slurry) dari digester menunjukkan penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan pebandingan BOD/COD sebesar 0,37 lebih kecil dari kondisi normal limbah cair BOD/COD = 0,5. Sedangkan unsur utama N (1,82%), P (0,73%) dan K (0,41%) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan pupuk kompos (referensi: N (1,45%), P (1,10%) dan K (1,10%) (Widodo dkk., 2006). Berdasarkan hasil penelitian, hasil samping pupuk ini mengandung lebih sedikit bakteri patogen sehingga aman untuk pemupukan sayuran/buah, terutama untuk konsumsi segar.
Saat ini berbagai jenis bahan dan ukuran peralatan biogas telah dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran ternak. Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas ditampilkan pada gambar berikut.
Digester dapat dibuat dari bahan plastik Polyetil Propilene (PP), fiber glass atau semen, sedangkan ukuran bervariasi mulai dari 4 – 35 m3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi.
Cara Pengoperasian Unit Pengolahan (Digester) Biogas seperti terjabar dalam Seri Bioenergi Pedesaan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian tahun 2009 sebagai berikut :
1. Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 (bahan biogas).
2. Masukkan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian (inlet) hingga bahan yang dimasukkan ke digester ada sedikit yang keluar melalui lubang pengeluaran (outlet), selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di dalam digester.
3. Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah cukup banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan plastik, penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar, kompor biogas dapat dioperasikan.
4. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak kira-kira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering.
Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dan lain sebagainya.
b. Pemanfaatan Feses Ternak Sebagai Pupuk Kompos
Bahan dan Alat yang Digunakan
1. Bahan :
• Kotoran sapi yang sudah kering dengan kadar air 15 – 85 %
• Sampah organik berupa sisa - sisa pakan sapi 10 %
• Larutan Bacillus
• Dolomit / kapur gamping
2. Alat – alat yang digunakan :
• Sekop untuk mencampur atau membalikkan kotoran sapi
• Ember untuk membuat larutan Bacillus
• Penutup (plastik, karung goni, alang-alang, dan sejenisnya)
Tahapan Pembuatan
• Persiapkan tempat yang terhindar dari matahari langsung.
• Buat larutan Bacillus dengan perbandingan 2 liter air ditambah 5 sendok makan Bacillus.
Cara kerja
• Aduk kotoran sapi supaya tidak menggumpal atau jika ada sisa-sisa pakan agar tercampur
• Tiriskan atau semprot larutan Bacillus sambil diaduk sedikit demi sedikit sampai betul-betul rata
• Pemberian larutan Bacillus dihentikan bila adonan diatas sudah cukup baik/merata, dengan ciri tidak adanya lelehan air jika adonan dikepal dengan tangan
• Tutup rapat dengan alat penutup, agar tidak kena sinar matahari langsung
• Setelah 3 hari adonan dibongkar dan diaduk-aduk sambil ditambahkan lagi larutan Bacillus sampai mencukupi (sama seperti di atas). Hal yang sama dilakukan sampai umur 2 minggu
• Setelah tenggang waktu 2 minggu ditutup kembali dan ditunggu sampai umur 3 minggu
• Umur 3 minggu siap dibongkar kembali sambil diaduk-aduk dengan maksud diangin-anginkan sambil diberi kapur secara merata untuk selanjutnya pupuk siap digunakan.
PROSES PEMBUATAN KOMPOS SUPER
1. Bahan yang diperlukan:
• Kotoran sapi : 80-83%
• Serbuk gergaji : 5 %
• Bahan pemacu mikroorganisme : 0,25 %
• Abu sekam : 10 % N
• Kalsit atau kapur : 2 %
Boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, kotoran ayam maksimal 25%.
2. Tempat
Sebidang tempat beralas tanah, ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung.
3. Prosesing
• Kotoran sapi (faeses dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai ± 60%.
• Kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut kemudian dipindahkan ke lokasi, tempat pembuatan kompos super dan diberi serbuk gergaji, abu, kalsit/kapur dan stardec sesuai dosis dan seluruh bahan dicampur diaduk merata.
• Setelah .seminggu di lokasi I, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/ dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu sampai 70 °C untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos super yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.
• Seminggu kemudian dilakukan pembalikan untuk dipindahkan pada lokasi ke 3 dan dibiarkan selama satu minggu.
• Setelah satu minggu pada lokasi ke 3 kemudian dilakukan pembalikan untuk membawa pada lokasi ke 4. Pada tempat ini kompos super telah matang dengan warna pupuk coklat kehitaman bertekstur remah dan tidak berbau.
• Kemudian pupuk diayak/disaring untuk mendapatkan bentuk yang seragam serta memisahkan dari bahan yang tidak di harapkan (misalnya batu, potongan kayu, rafia) sehingga kompos super yang dihasilkan benar-benar berkualitas.
• Selanjutnya pupuk organik kompos super siap dikemas dan siap diaplikasikan ke lahan sebagai pupuk organik berkualitas pengganti pupuk kimia.
4. Kandungan Kompos Super
• Moisture/kelembaban : 45 %
• Total N : > 1,81 %
• PO2O5 : > 1,89 %
• K2O : > 1,96 %
• CaO : > 2,96 %
• MgO : > 0,70 %
• C/N ratio : Maks 16 %
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009 .http://www.majarikanayakan.com. Diakses pada tanggal 10 Maret 2010.
Langganan:
Postingan (Atom)