Industri peternakan ayam ras yang cukup pesat perkembangannya di Indonesia, baik peternakan ayam petelur maupun pedaging, sampai saat ini masing cukup sulit untuk keluar dari masalah yang ditimbulkan oleh gangguan penyakit Gumboro, dimana penyakit tersebut secara ekonomis sangat merugikan, oleh karena gangguan pertumbuhan, inefesiensi pakan dan sejumlah besar kematian yang dapat ditimbulkan pada kelompok ayam yang terserang penyakit tersebut, serta meningkatnya biaya pemakaian obat-obatan dan disinfektan . Dampak lain yang tidak kalah pentingnya dari ayam yang pernah terserang Gumboro atau oleh karena pemakaian vaksin Gumboro yang cukup keras (intermediate plus atau hot strain) berupa immunosupresi jangka panjang oleh karena terjadinya “deplesi” (kelainan) pada sel-sel limfoid dari bursa fabrisiusnya.
Potensi genetik ayam broiler terus ditingkatkan untuk menghasilkan ayam-ayam yang efektif dalam pemanfaatan pakan sehingga tujuan untuk memproduksi daging semakin efisien. Konversi pakan pada ayam broiler yang tadinya diatas 2 sekarang sudah dapat ditekan menjadi sekitar 1.6 – 1.7 . Dampak dari tingginya tingkat produktivitas tersebut adalah ayam menjadi semakin rentan terhadap berbagai perubahan lingkungan dan ancaman penyakit, sehingga membutuhkan manajemen pemeliharaan yang lebih baik.
DOC yang berkualitas baik merupakan hasil dari suatu proses panjang di tingkat pembibit. Ditentukan dari saat masih berupa telur di dalam tubuh induk, proses koleksi telur tetas, penetasan hingga sampai di tangan peternak komersial. Ayam pembibit yang sehat dengan pakan yang mengandung nutrisi seimbang dan bebas dari mikotoksin, mempunyai program vaksinasi yang ketat, lingkungan kandang yang bersih, serta proses koleksi, penyortiran telur yang akan masuk ke hatchery secara ketat akan menghasilkan DOC yang berkualitas. Dan dibarengi dengan manajemen transportasi yang baik dari hatchery hinggá sampai ke tangan peternak akan menjamin kualitas DOC tersebut.
Maternal antibodi yang tinggi didapat dari induk yang sehat dan divaksin secara teratur dan berkesinambungan. Vaksinasi IBD pada induk biasanya dilakukan sebelum masa produksi dan diulang lagi pada umur 40-45 minggu, dimana pada saat ini biasanya titer antibodi induk sudah menurun. Vaksinasi ulangan ini dilakukan untuk menjaga agar antibodi yang diturunkan ke anak ayam tetap tinggi. Maternal antibodi yang tinggi akan melindungi anak ayam dari infeksi agen penyakit pada minggu pertama kehidupannya (2-3 minggu pertama).
Terjadinya dampak immunosupresi yang ditimbulkan oleh infeksi virus penyebab Gumboro atau oleh karena pemakaian vaksin Gumboro yang cukup keras (intermediate plus atau hot strain), erat kaitannya dengan kelainan dan atau gangguan fungsi dari Bursa Fabrisius sebagai penghasil zat kebal tubuh. Adanya kelainan dan atau gangguan fungsi pada Bursa Fabrisius, menyebabkan kekebalan dari perlakuan vaksinasi yang diberikan pada tahap selanjutnya menjadi kurang optimal dan ayam relatif rentan terhadap infeksi penyakit lainnya.
Hal yang perlu diwaspadai adalah penyakit Gumboro merupakan penyakit yang bersifat imunosupresi dikarenakan virus Gumboro dapat merusak morfologi dan fungsi organ limfoid primer, terutama bursa fabricius. Rusaknya bursa fabricius akan mengakibatkan suboptimalnya pembentukan antibodi terhadap berbagai program vaksinasi, sehingga kepekaan terhadap berbagai agen penyakit menjadi meningkat.
Penyakit gumboro (Infectious Bursal Disease / IBD) ini ditemukan tahun 1962 oleh Cosgrove di daerah Delmarva Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang bursa fabrisius, khususnya menyerang anak ayam umur 3–6 minggu. Merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebabkan virus golongan Reovirus.
Gejala diawali dengan hilangnya nafsu makan, ayam suka bergerak tidak teratur, peradangan disekitar dubur, diare dan tubuh bergetar-getar. Sering menyerang pada umur 36 minggu. Penularan secara langsung melalui kotoran dan tidak langsung melalui pakan, air minum dan peralatan yang tercemar. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, yang dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin Gumboro.
Kejadian Gumboro biasanya pada ayam berumur 3-4 minggu. Namun di daerah yang tantangan virus lapangannya tinggi kasus bisa terjadi di minggu-minggu awal kehidupan ayam, yaitu kurang dari umur 2 minggu. Ayam yang pernah terserang virus IBD laju perkembangannya menjadi kurang optimal. Pencapaian berat badan terlambat dan FCR nya menjadi lebih tinggi. Selain itu ayam menjadi lebih rentan terhadap agen penyakit infeksius.
Oleh sebab itu, meminimalisir dan mengeliminasi faktor pencetus munculnya penyakit ini di lapangan merupakan hal yang sangat penting. Hal ini sebenarnya bukan semata-mata menjadi tanggungjawab peternak di tingkat komersial (pedaging ataupun pullet), namun pembibit dan feedmil seharusnya juga mempunyai andil yang tidak kalah penting. Munculnya kasus Gumboro dipicu oleh beberapa hal yang saling berkaitan diantaranya yaitu, kualitas DOC, kualitas pakan, manajemen pemeliharaan, program kesehatan dan vaksinasi, dan biosekuriti.
Virus IBD tergolong dalam virus yang tidak beramplop (tidak berselubung). Dan sebagaimana karakter virus tak beramplop biasanya tidak mudah dimatikan. Diperlukan desinfektan tertentu untuk dapat menghancurkan virus. Tips yang dapat digunakan untuk disinfeksi kandang ayam yang pernah tercemar virus gumboro. Disarankan penggunaan formalin 10 % (1 bagian formalin 38 % dicampur ke dalam 9 bagian air) atau dengan 0,25% larutan soda api (2,5 gram soda api kedalam 1 liter air). Larutan disiramkan pada permukaan tanah yang baru, artinya tanah kandang apabila belum disemen. Kemudian sekitar 2 - 3 m tanah seputar/keliling kandang harus di-scrap (dikikis) sedalam 3 - 5 cm, karena tanah tersebut sudah tercemar virus gumboro. Setelah di-scrap, disiram dengan larutan formalin 10% dan/atau larutan soda api 2,5% baru ditaburkan kapur gamping di seluruh permukaannya. Selain itu alas kaki harus dilepas dan tidak boleh dibawa masuk ke dalam kandang, tanah hasil scrapping dibuang jauh dari kandang, ranting, sampah dan daun dibakar. Kesemuanya, dinilai cukup tuntas untuk kontrol virus gumboro pada kandang yang pernah terkena wabah gumboro. Virus gumboro banyak ditularkan ke anak ayam terutama melalui alas kaki (litter). Berdasarkan penelitian yang dilakukan virus gumboro bisa bertahan hidup di lingkungan tanah yang lembab lebih dari 3 tahun. Maka, situasi tanah di sekitar kandang broiler/layer berkorelasi positif pada tingkat kejadian gumboro. Litter yang lembab dan tercemar yang bercampur feces sangat mudah terkontaminasi virus.
Pemberian vaksinasi semata tanpa dibarengi perbaikan biosekuriti dan sanitasi, tidak akan pernah mampu menekan kejadian dan keparahan IBD. Sehingga pemberian vaksin pada anak ayam harus juga diimbangi dengan pengelolaan biosekuriti dan sanitasi baik dan benar.
1. Bursa Fabrisius
Sistem kebal ayam dan ternak lain merupakan sistem yang sangat komplek. Pada ayam, ada dua organ tubuh yang berhubungan dengan sistem kebal, yakni bursa dan timus.
Bursa sebagian besar berisi sel B yang berperan dalam memproduksi antibodi humoral atau yang bersikulasi, sedang timus sebagian besar berisi sel T dengan fungsi mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri atau virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi.
Pada masa embrio, kedua sistem ini diprogramkan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap penyakit, artinya kekebalan yang didapat sebagai akibat pernah menderita penyakit infeksi atau karena inokulasi dengan bahan-bahan penyebab penyakit yang telah diubah bentuknya.
Di samping itu, virus penyakit Gumboro tidak hanya menyerang bursa, yang dapat menyebabkan gangguan terhadap kemampuan produksi antibodi humoral, tapi juga dapat menyerang timus yang akan menghancurkan kekebalan berperantara sel.
Bila infeksi terjadi sebelum ayam berumur 3 minggu maka kerusakan akibatnya bersifat permanen, sedang bila infeksi terjadi setelah ayam berumur 3 minggu, kerusakan tersebut tampaknya bersifat sementara dan sistem kebal ayam yang sembuh kembali akan berfungsi lagi dalam waktu 2-3 minggu pasca infeksi (Infovet, 2007).
2. Pencegahan IBD dengan vaksinasi
Kekebalan yang dibentuk oleh tubuh ayam ada dua yaitu kekebalan humoral atau menyeluruh, di mana zat kebal ada dalam aliran darah dan kekebalan lokal dengan zat kebal terdapat pada bagian tubuh yang pernah diserang penyakit.
Berdasarkan berbagai macam dampak penyakit Gumboro, perlu dilakukan tindakan pencegahan dengan melakukan vaksinasi, baik pada ayam pedaging, ayam petelur maupun ayam pembibit. Program vaksinasi untuk penanggulangan penyakit Gumboro sangat diperlukan untuk mengurangi gejala klinis dan mortalitas dan terpenting mencegah adanya efek imunosupresi pada anak ayam.
Namun tentu saja tidak cukup penanggulangan penyakit Gumboro hanya dengan melakukan tindakan vaksinasi saja. Agar vaksinasi dapat berhasil perlu beberapa upaya pendukung lainnya, seperti biosekuriti ketat dan tatalaksana peternakan yang optimal.
Vaksin merupakan mikroorganisme bibit penyakit yang telah dilemahkan virulensinya atau dimatikan dan apabila diberikan pada ternak tidak menimbulkan penyakit melainkan dapat merangsang pembentukan zat kebal yang sesuai dengan jenis vaksinnya. Sedang vaksinasi merupakan tindakan memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak dan merupakan suatu usaha dengan tujuan melindungi ternak terhadap serangan penyakit tertentu.
Prinsip utama vaksinasi terhadap penyakit adalah vaksin harus diberikan terlebih dahulu sebelum terjadinya infeksi lapangan, vaksin tersebut harus dapat menstimulasi pembentukan antibodi secara cepat dan tinggi, kemudian melakukan tindakan biosekuriti yang ketat untuk mencegah jumlah virus lapang lebih besar dari jumlah antibodi yang terbentuk dalam tubuh ayam. Bila Jumlah virus lapang tidak dapat diperkecil oleh tindak biosekuriti yang dilakukan, setinggi apapun titer antibodi yang dihasilkan oleh vaksin akan tidak mampu untuk mencegah terjadinya penyakit.
Bagi peternak, vaksinasi sudah merupakan kegiatan rutin dalam usaha peternakannya. Lebih lanjut dipaparkannya bahwa vaksinasi yang dilakukan peternak dengan cara tetes mata, tetes hidung, air minum dan spray akan merangsang badan ayam untuk membentuk kekebalan lokal, sedangkan pelaksanaan vaksinasi dengan injeksi atau suntikan akan merangsang pembentukan kekebalan humoral atau menyeluruh.
Pada anak ayam, aplikasi vaksinasi biasanya dengan cara tetes mata atau tetes hidung, dan kadang-kadang pemberiannya melalui suntikan bila yang jenis vaksinnya inaktif. Vaksinasi melalui air minum tidak bisa dilakukan, karena anak ayam umur 1-4 hari minumnya masih sedikit dan tidak teratur.
Pada umumnya para peternak Broiler memiliki pertanyaan yang sama, kapan waktu (umur ayam) yang tepat untuk melakukan vaksinasi?Teori yang telah ada menyebutkan bahwa bila dilakukan vaksinasi dengan menggunakan vaksin IBD aktif (strain intermediate dan intermediate plus) pada ayam dengan antibodi asal induk (Maternal Antibodi-MAb) masih tinggi, maka antigen vaksin akan dinetralisasi oleh antibodi asal induk, sebagai akibatnya, vaksin tidak akan dapat menstimulasi terjadinya kekebalan. Pada sisi lain, pelaksanaan vaksinasi tidak dapat menunggu waktu yang terlalu lama sampai titer antibodi asal induk menjadi terlalu rendah karena dapat menyebabkan ayam terlalu lama tidak terproteksi terhadap virus gumboro asal lapang yang ganas.
a. Bila tantangan virus gumboro asal lapang sangat tinggi tentunya perlu dilakukan vaksinasi sesegera mungkin. Oleh sebab itu, sebagian peternak menggunakan cara atau metode perhitungan tertentu untuk dapat memperkirakan waktu yang tepat untuk dapat melakukan vaksinasi gumboro. Prinsip menentukan pada umur berapa ayam dapat divaksinasi tersebut sangat sederhana yaitu dengan mengetahui level titer maternal antibodi pada umur awal ayam (0 s/d 4 hari), dan karena penurunan titer terjadi secara teratur (skala log2), maka dapat diperkirakan kapan level titer maternal antibodi menjadi rendah sehingga memungkinkan dilakukannya vaksinasi. Faktor-Faktor yang harus diperhatikan sewaktu melakukan estimasi waktu pelaksanaan vaksinasi yang optimal, adalah sebagai berikut :Jumlah sample per Flok minimal 18 sampel yang diperlukan untuk mendapatkan sample yang representative dari suatu flok. Namun banyak pihak melakukan efisiensi biaya dengan hanya mengambil 10 – 15 sampel per flok (yang berasal dari beberapa kandang). Hal tersebut tentunya dapat dilakukan dengan syarat pengambilan sample harus sebaik mungkin, sehingga didapat jumlah serum per sample yang cukup dan berkualitas baik (tidak lisis dan tidak berlemak) sehingga dapat mewakili status kekebalan dari flok.
b. Kualitas sampel ayam yang baik harus berasal dari ayam yang sehat untuk mendapatkan gambaran serologis flok yang representative. Sangat tidak disarankan mendapatkan sample yang berasal dari ayam dehidrasi atau sakit. Bila dua kondisi tersebut di atas tidak didapat maka perkiraan tanggal vaksinasi gumboro tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya.Penurunan level maternal antibodi berbeda antara setiap tipe ayam. Terjadinya penurunan level maternal antibodi adalah sebagai akibat metabolisme dan pertumbuhan anak ayam. Perhitungan waktu paruh maternal antibodi, untuk broiler 3 sampai 3,5; breeder 4,5 dan layer 5,5. (berdasarkan pengukuran dengan virus neutralization test). Perhitungan waktu paruh maternal antibodi tersebut dapat berbeda tergantung situasi lapangan. Level antibodi pada umumnya bertahan selama 4 hari pertama dikarenakan penyerapan kuning telur mengkompensasi penurunan titer sebagai akibat metabolisme dan pertumbuhan ayam. Sejak umur 4 hari, kadar titer darah turun 1 log2 per waktu paruh. Pada perhitungan tersebut, kolekting sampel dibawah umur 4 hari akan mengkompensasi fenomena tersebut. Ide penggunaan perhitungan tersebut didasari bahwa waktu pelaksanaan vaksinasi tidak mungkin dapat menunggu waktu yang terlalu lama sehingga semua ayam memiliki titer MAb yang cukup rendah, karena hal tersebut akan meningkatkan resiko ayam terserang gumboro. Alasan lain untuk tidak perlu menunda pelaksanaan vaksinasi sampai semua ayam memiliki titer maternal antibodi yang cukup rendah dikarenakan virus vaksin aktif gumboro akan akan menyebar sampai beberapa hari setelah pelaksanaan vaksinasi. Maka, ayam yang akan mengalami ‘kegagalan vaksinasi’ dikarenakan antigen vaksin ternetralisir oleh MAb yang cukup tinggi, akan divaksinasi kembali oleh ayam yang lain (diasumsikan bahwa minimal 75% ayam telah berhasil divaksinasi). Menurut teori tersebut, vaksin Gumboro memiliki perbedaan breaktrough titer (kondisi jumlah titer/level maternal antibodi yang tidak akan menetralisir antigen vaksin gumboro). Vaksin gumboro “hot” dan intermediate plus dapat menembus level titer maternal antibodi yang lebih tinggi dibanding vaksin intermediate. Untuk vaksin intermediate plus seperti IBD Blen, angka breaktrough titer adalah 500 (Idexx-Elisa), sedangkan untuk vaksin intermediate seperti Bursa Blen M, angka breaktrough titer adalah 125 (Idexx-Elisa). Jika menggunakan vaksin yang lain, maka angka breaktrough titer didapat sesuai informasi dari produsen/distributor vaksin. Seperti BUR 706 yang tidak memiliki breaktrough titer, karena jenis antigen virus vaksin strain 706-nya yang tidak dapat dinetralisir oleh maternal antibodi, sehingga dapat dipergunakan tanpa harus mengetahui kondisi titer maternal antibodi dan dapat dipergunakan sebagai vaksin dini pada umur 1 hari. Seringkali hasil pemeriksaan serologis menunjukkan level titer yang rendah dan titer yang tidak seragam keseragaman, maka rumus perhitungan tersebut menyarankan untuk melakukan Dua Kali Vaksinasi.
Untuk kasus-kasus tersebut di atas, Peternak disarankan melakukan vaksinasi terhadap gumboro menggunakan BUR 706 dihari pertama, kemudian diberikan vaksin kedua IBD Blen pada kisaran umur 14 – 18 hari. Perhitungan perkiraan pelaksanaan vaksinasi gumboro tersebut didasarkan atas waktu paruh maternal antibodi yang dihitung berdasarkan uji netralisasi virus (VN test). Prinsip penggunaan Rumus perhitungan berlaku selama terdapat korelasi yang tepat antara waktu paruh sebagaimana dihasilkan uji Elisa dan Uji netralisasi virus.
Namun, ada 2 kendala yang terus berputar terkait dengan pelaksanaan dan penggunaan program perlindungan bursa tersebut. Hal pertama adalah sulitnya harga pronak yang terus berfluktuasi dan kadang berada dibawah harga pokok sehingga peternak berusaha menekan biaya serendah mungkin dan yang kedua adalah biaya sapronak (yang telah tertekan) sulit untuk lebih ditekan lagi. Contoh lebih mudahnya adalah untuk Program Perlidungan Pernafasan (misal untuk penyakit ND), peternak Broiler, umum menggunakan 2 kali vaksin aktif dan 1 kali vaksin in-aktif, sedangkan untuk Program Bursal Shield, peternak Broiler umumnya hanya menggunakan satu kali vaksin aktif, padahal tantangan virus lapang menuntut adanya Program Perlindungan Bursa yang serial, atau lebih dari satu kali penggunaan vaksin.
(Infovet, 2007).
3. Program vaksinasi Gumboro
Untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit Gumboro, PT Romindo Primavetcom sejak tahun 1992 telah memperkenalkan program vaksinasi terhadap penyakit gumboro (Bursal Shield Program) yang telah terbukti efektif untuk perlindungan terhadap penyakit Gumboro sehingga peternak terhindar dari kerugian. Program Perlindungan Bursa untuk ayam pedaging seperti tabel berikut :
Program Vaksinasi Gumboro untuk Broiler pada Daerah Resiko Tinggi dengan vvIBD :
Program I
Vaksinasi Awal : Menggunakan vaksin aktif BUR 706, pada umur 1 hari
Cara pemberian : spray, tetes mata.
Vaksinasi Penguat : Menggunakan vaksin aktif : Intermediate plus (IBD Blen), pada umur 14-18 hari
Cara pemberian : air minum, cekok mulut.
Program II
Vaksinasi Awal : Menggunakan vaksin aktif BUR 706, pada umur 1 hari,
Cara pemberian : spray, tetes mata.
Vaksinasi Penguat : Menggunakan vaksin in-aktif : IBD killed (Gumboriffa/Gumbopest) , pada umur minggu pertama
Cara pemberian : suntikan sub kutan
(Infovet, 2009).
4. Tindakan Pencegahan
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan dilakukan guna mencegah dan melakukan kontrol serta meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap serangan virus penyebab penyakit immunosupresi tersebut, diantaranya:
a. Menerapkan praktek manajemen yang baik, mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok ayam seperti udara yang kaya akan kandungan oksigennya, air yang berkualitas (bebas pencemaran logam berat dan mikroorganisme patogen serta pH-nya normal ; 6,5 – 7,2) dan Pakan yang berkualitas, dengan nilai gizi yang berimbang sesuai kebutuhan masing-masing tipe dan umur ayam.
b. Meningkatkan praktek sanitasi dan desinfeksi untuk menekan populasi dan keganasan virus penyebab Gumboro di lapangan.
c. Upayakan pemeliharaan ayam dengan system “ all in all out “ khususnya pada pemeliharaan ayam pedaging dan pada ayam petelur, sedapat mungkin pemeliharaanya dipisahkan dengan ayam remaja dengan jarak lokasi yang terpisah cukup jauh. Hal ini bertujuan mencegah penularan kedua penyakit tersebut dari ayam dewasa kepada ayam yang lebih muda.
d. Vaksinasi terhadap Gumboro dengan HIPRAGUMBORO-BPL2 atau HIPRAGUMBORO-I2 pada ayam induk, agar DOC yang dihasilkannya mempunyai kekebalan asal induk yang baik terhadap Gumboro. Tujuannya untuk memberikan perlindungan terhadap infeksi virus Gumboro asal lapangan pada 2 (dua) minggu pertama hidup anak ayam.
e. Vaksinasi dengan vaksin HIPRAGUMBORO-GM97 merupakan salah satu upaya pencegahan terhadap infeski virus penyebab Gumboro ganas (vv-IBD).
(Infovet, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Infovet, 2007. Pengebalan Terhadap Gumboro dengan Vaksin yang Tidak Menimbulkan Dampak Immunosupresi. http://blogspot.com/2007/09/pengebalan-terhadap-gumboro-dengan.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2009.
Infovet, 2009. Gumboro pada Ayam Broiler Modern. http://blogspot.com/2009/01/produk-dalam-negeri.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2009.
Potensi genetik ayam broiler terus ditingkatkan untuk menghasilkan ayam-ayam yang efektif dalam pemanfaatan pakan sehingga tujuan untuk memproduksi daging semakin efisien. Konversi pakan pada ayam broiler yang tadinya diatas 2 sekarang sudah dapat ditekan menjadi sekitar 1.6 – 1.7 . Dampak dari tingginya tingkat produktivitas tersebut adalah ayam menjadi semakin rentan terhadap berbagai perubahan lingkungan dan ancaman penyakit, sehingga membutuhkan manajemen pemeliharaan yang lebih baik.
DOC yang berkualitas baik merupakan hasil dari suatu proses panjang di tingkat pembibit. Ditentukan dari saat masih berupa telur di dalam tubuh induk, proses koleksi telur tetas, penetasan hingga sampai di tangan peternak komersial. Ayam pembibit yang sehat dengan pakan yang mengandung nutrisi seimbang dan bebas dari mikotoksin, mempunyai program vaksinasi yang ketat, lingkungan kandang yang bersih, serta proses koleksi, penyortiran telur yang akan masuk ke hatchery secara ketat akan menghasilkan DOC yang berkualitas. Dan dibarengi dengan manajemen transportasi yang baik dari hatchery hinggá sampai ke tangan peternak akan menjamin kualitas DOC tersebut.
Maternal antibodi yang tinggi didapat dari induk yang sehat dan divaksin secara teratur dan berkesinambungan. Vaksinasi IBD pada induk biasanya dilakukan sebelum masa produksi dan diulang lagi pada umur 40-45 minggu, dimana pada saat ini biasanya titer antibodi induk sudah menurun. Vaksinasi ulangan ini dilakukan untuk menjaga agar antibodi yang diturunkan ke anak ayam tetap tinggi. Maternal antibodi yang tinggi akan melindungi anak ayam dari infeksi agen penyakit pada minggu pertama kehidupannya (2-3 minggu pertama).
Terjadinya dampak immunosupresi yang ditimbulkan oleh infeksi virus penyebab Gumboro atau oleh karena pemakaian vaksin Gumboro yang cukup keras (intermediate plus atau hot strain), erat kaitannya dengan kelainan dan atau gangguan fungsi dari Bursa Fabrisius sebagai penghasil zat kebal tubuh. Adanya kelainan dan atau gangguan fungsi pada Bursa Fabrisius, menyebabkan kekebalan dari perlakuan vaksinasi yang diberikan pada tahap selanjutnya menjadi kurang optimal dan ayam relatif rentan terhadap infeksi penyakit lainnya.
Hal yang perlu diwaspadai adalah penyakit Gumboro merupakan penyakit yang bersifat imunosupresi dikarenakan virus Gumboro dapat merusak morfologi dan fungsi organ limfoid primer, terutama bursa fabricius. Rusaknya bursa fabricius akan mengakibatkan suboptimalnya pembentukan antibodi terhadap berbagai program vaksinasi, sehingga kepekaan terhadap berbagai agen penyakit menjadi meningkat.
Penyakit gumboro (Infectious Bursal Disease / IBD) ini ditemukan tahun 1962 oleh Cosgrove di daerah Delmarva Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang bursa fabrisius, khususnya menyerang anak ayam umur 3–6 minggu. Merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebabkan virus golongan Reovirus.
Gejala diawali dengan hilangnya nafsu makan, ayam suka bergerak tidak teratur, peradangan disekitar dubur, diare dan tubuh bergetar-getar. Sering menyerang pada umur 36 minggu. Penularan secara langsung melalui kotoran dan tidak langsung melalui pakan, air minum dan peralatan yang tercemar. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, yang dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin Gumboro.
Kejadian Gumboro biasanya pada ayam berumur 3-4 minggu. Namun di daerah yang tantangan virus lapangannya tinggi kasus bisa terjadi di minggu-minggu awal kehidupan ayam, yaitu kurang dari umur 2 minggu. Ayam yang pernah terserang virus IBD laju perkembangannya menjadi kurang optimal. Pencapaian berat badan terlambat dan FCR nya menjadi lebih tinggi. Selain itu ayam menjadi lebih rentan terhadap agen penyakit infeksius.
Oleh sebab itu, meminimalisir dan mengeliminasi faktor pencetus munculnya penyakit ini di lapangan merupakan hal yang sangat penting. Hal ini sebenarnya bukan semata-mata menjadi tanggungjawab peternak di tingkat komersial (pedaging ataupun pullet), namun pembibit dan feedmil seharusnya juga mempunyai andil yang tidak kalah penting. Munculnya kasus Gumboro dipicu oleh beberapa hal yang saling berkaitan diantaranya yaitu, kualitas DOC, kualitas pakan, manajemen pemeliharaan, program kesehatan dan vaksinasi, dan biosekuriti.
Virus IBD tergolong dalam virus yang tidak beramplop (tidak berselubung). Dan sebagaimana karakter virus tak beramplop biasanya tidak mudah dimatikan. Diperlukan desinfektan tertentu untuk dapat menghancurkan virus. Tips yang dapat digunakan untuk disinfeksi kandang ayam yang pernah tercemar virus gumboro. Disarankan penggunaan formalin 10 % (1 bagian formalin 38 % dicampur ke dalam 9 bagian air) atau dengan 0,25% larutan soda api (2,5 gram soda api kedalam 1 liter air). Larutan disiramkan pada permukaan tanah yang baru, artinya tanah kandang apabila belum disemen. Kemudian sekitar 2 - 3 m tanah seputar/keliling kandang harus di-scrap (dikikis) sedalam 3 - 5 cm, karena tanah tersebut sudah tercemar virus gumboro. Setelah di-scrap, disiram dengan larutan formalin 10% dan/atau larutan soda api 2,5% baru ditaburkan kapur gamping di seluruh permukaannya. Selain itu alas kaki harus dilepas dan tidak boleh dibawa masuk ke dalam kandang, tanah hasil scrapping dibuang jauh dari kandang, ranting, sampah dan daun dibakar. Kesemuanya, dinilai cukup tuntas untuk kontrol virus gumboro pada kandang yang pernah terkena wabah gumboro. Virus gumboro banyak ditularkan ke anak ayam terutama melalui alas kaki (litter). Berdasarkan penelitian yang dilakukan virus gumboro bisa bertahan hidup di lingkungan tanah yang lembab lebih dari 3 tahun. Maka, situasi tanah di sekitar kandang broiler/layer berkorelasi positif pada tingkat kejadian gumboro. Litter yang lembab dan tercemar yang bercampur feces sangat mudah terkontaminasi virus.
Pemberian vaksinasi semata tanpa dibarengi perbaikan biosekuriti dan sanitasi, tidak akan pernah mampu menekan kejadian dan keparahan IBD. Sehingga pemberian vaksin pada anak ayam harus juga diimbangi dengan pengelolaan biosekuriti dan sanitasi baik dan benar.
1. Bursa Fabrisius
Sistem kebal ayam dan ternak lain merupakan sistem yang sangat komplek. Pada ayam, ada dua organ tubuh yang berhubungan dengan sistem kebal, yakni bursa dan timus.
Bursa sebagian besar berisi sel B yang berperan dalam memproduksi antibodi humoral atau yang bersikulasi, sedang timus sebagian besar berisi sel T dengan fungsi mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri atau virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi.
Pada masa embrio, kedua sistem ini diprogramkan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap penyakit, artinya kekebalan yang didapat sebagai akibat pernah menderita penyakit infeksi atau karena inokulasi dengan bahan-bahan penyebab penyakit yang telah diubah bentuknya.
Di samping itu, virus penyakit Gumboro tidak hanya menyerang bursa, yang dapat menyebabkan gangguan terhadap kemampuan produksi antibodi humoral, tapi juga dapat menyerang timus yang akan menghancurkan kekebalan berperantara sel.
Bila infeksi terjadi sebelum ayam berumur 3 minggu maka kerusakan akibatnya bersifat permanen, sedang bila infeksi terjadi setelah ayam berumur 3 minggu, kerusakan tersebut tampaknya bersifat sementara dan sistem kebal ayam yang sembuh kembali akan berfungsi lagi dalam waktu 2-3 minggu pasca infeksi (Infovet, 2007).
2. Pencegahan IBD dengan vaksinasi
Kekebalan yang dibentuk oleh tubuh ayam ada dua yaitu kekebalan humoral atau menyeluruh, di mana zat kebal ada dalam aliran darah dan kekebalan lokal dengan zat kebal terdapat pada bagian tubuh yang pernah diserang penyakit.
Berdasarkan berbagai macam dampak penyakit Gumboro, perlu dilakukan tindakan pencegahan dengan melakukan vaksinasi, baik pada ayam pedaging, ayam petelur maupun ayam pembibit. Program vaksinasi untuk penanggulangan penyakit Gumboro sangat diperlukan untuk mengurangi gejala klinis dan mortalitas dan terpenting mencegah adanya efek imunosupresi pada anak ayam.
Namun tentu saja tidak cukup penanggulangan penyakit Gumboro hanya dengan melakukan tindakan vaksinasi saja. Agar vaksinasi dapat berhasil perlu beberapa upaya pendukung lainnya, seperti biosekuriti ketat dan tatalaksana peternakan yang optimal.
Vaksin merupakan mikroorganisme bibit penyakit yang telah dilemahkan virulensinya atau dimatikan dan apabila diberikan pada ternak tidak menimbulkan penyakit melainkan dapat merangsang pembentukan zat kebal yang sesuai dengan jenis vaksinnya. Sedang vaksinasi merupakan tindakan memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak dan merupakan suatu usaha dengan tujuan melindungi ternak terhadap serangan penyakit tertentu.
Prinsip utama vaksinasi terhadap penyakit adalah vaksin harus diberikan terlebih dahulu sebelum terjadinya infeksi lapangan, vaksin tersebut harus dapat menstimulasi pembentukan antibodi secara cepat dan tinggi, kemudian melakukan tindakan biosekuriti yang ketat untuk mencegah jumlah virus lapang lebih besar dari jumlah antibodi yang terbentuk dalam tubuh ayam. Bila Jumlah virus lapang tidak dapat diperkecil oleh tindak biosekuriti yang dilakukan, setinggi apapun titer antibodi yang dihasilkan oleh vaksin akan tidak mampu untuk mencegah terjadinya penyakit.
Bagi peternak, vaksinasi sudah merupakan kegiatan rutin dalam usaha peternakannya. Lebih lanjut dipaparkannya bahwa vaksinasi yang dilakukan peternak dengan cara tetes mata, tetes hidung, air minum dan spray akan merangsang badan ayam untuk membentuk kekebalan lokal, sedangkan pelaksanaan vaksinasi dengan injeksi atau suntikan akan merangsang pembentukan kekebalan humoral atau menyeluruh.
Pada anak ayam, aplikasi vaksinasi biasanya dengan cara tetes mata atau tetes hidung, dan kadang-kadang pemberiannya melalui suntikan bila yang jenis vaksinnya inaktif. Vaksinasi melalui air minum tidak bisa dilakukan, karena anak ayam umur 1-4 hari minumnya masih sedikit dan tidak teratur.
Pada umumnya para peternak Broiler memiliki pertanyaan yang sama, kapan waktu (umur ayam) yang tepat untuk melakukan vaksinasi?Teori yang telah ada menyebutkan bahwa bila dilakukan vaksinasi dengan menggunakan vaksin IBD aktif (strain intermediate dan intermediate plus) pada ayam dengan antibodi asal induk (Maternal Antibodi-MAb) masih tinggi, maka antigen vaksin akan dinetralisasi oleh antibodi asal induk, sebagai akibatnya, vaksin tidak akan dapat menstimulasi terjadinya kekebalan. Pada sisi lain, pelaksanaan vaksinasi tidak dapat menunggu waktu yang terlalu lama sampai titer antibodi asal induk menjadi terlalu rendah karena dapat menyebabkan ayam terlalu lama tidak terproteksi terhadap virus gumboro asal lapang yang ganas.
a. Bila tantangan virus gumboro asal lapang sangat tinggi tentunya perlu dilakukan vaksinasi sesegera mungkin. Oleh sebab itu, sebagian peternak menggunakan cara atau metode perhitungan tertentu untuk dapat memperkirakan waktu yang tepat untuk dapat melakukan vaksinasi gumboro. Prinsip menentukan pada umur berapa ayam dapat divaksinasi tersebut sangat sederhana yaitu dengan mengetahui level titer maternal antibodi pada umur awal ayam (0 s/d 4 hari), dan karena penurunan titer terjadi secara teratur (skala log2), maka dapat diperkirakan kapan level titer maternal antibodi menjadi rendah sehingga memungkinkan dilakukannya vaksinasi. Faktor-Faktor yang harus diperhatikan sewaktu melakukan estimasi waktu pelaksanaan vaksinasi yang optimal, adalah sebagai berikut :Jumlah sample per Flok minimal 18 sampel yang diperlukan untuk mendapatkan sample yang representative dari suatu flok. Namun banyak pihak melakukan efisiensi biaya dengan hanya mengambil 10 – 15 sampel per flok (yang berasal dari beberapa kandang). Hal tersebut tentunya dapat dilakukan dengan syarat pengambilan sample harus sebaik mungkin, sehingga didapat jumlah serum per sample yang cukup dan berkualitas baik (tidak lisis dan tidak berlemak) sehingga dapat mewakili status kekebalan dari flok.
b. Kualitas sampel ayam yang baik harus berasal dari ayam yang sehat untuk mendapatkan gambaran serologis flok yang representative. Sangat tidak disarankan mendapatkan sample yang berasal dari ayam dehidrasi atau sakit. Bila dua kondisi tersebut di atas tidak didapat maka perkiraan tanggal vaksinasi gumboro tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya.Penurunan level maternal antibodi berbeda antara setiap tipe ayam. Terjadinya penurunan level maternal antibodi adalah sebagai akibat metabolisme dan pertumbuhan anak ayam. Perhitungan waktu paruh maternal antibodi, untuk broiler 3 sampai 3,5; breeder 4,5 dan layer 5,5. (berdasarkan pengukuran dengan virus neutralization test). Perhitungan waktu paruh maternal antibodi tersebut dapat berbeda tergantung situasi lapangan. Level antibodi pada umumnya bertahan selama 4 hari pertama dikarenakan penyerapan kuning telur mengkompensasi penurunan titer sebagai akibat metabolisme dan pertumbuhan ayam. Sejak umur 4 hari, kadar titer darah turun 1 log2 per waktu paruh. Pada perhitungan tersebut, kolekting sampel dibawah umur 4 hari akan mengkompensasi fenomena tersebut. Ide penggunaan perhitungan tersebut didasari bahwa waktu pelaksanaan vaksinasi tidak mungkin dapat menunggu waktu yang terlalu lama sehingga semua ayam memiliki titer MAb yang cukup rendah, karena hal tersebut akan meningkatkan resiko ayam terserang gumboro. Alasan lain untuk tidak perlu menunda pelaksanaan vaksinasi sampai semua ayam memiliki titer maternal antibodi yang cukup rendah dikarenakan virus vaksin aktif gumboro akan akan menyebar sampai beberapa hari setelah pelaksanaan vaksinasi. Maka, ayam yang akan mengalami ‘kegagalan vaksinasi’ dikarenakan antigen vaksin ternetralisir oleh MAb yang cukup tinggi, akan divaksinasi kembali oleh ayam yang lain (diasumsikan bahwa minimal 75% ayam telah berhasil divaksinasi). Menurut teori tersebut, vaksin Gumboro memiliki perbedaan breaktrough titer (kondisi jumlah titer/level maternal antibodi yang tidak akan menetralisir antigen vaksin gumboro). Vaksin gumboro “hot” dan intermediate plus dapat menembus level titer maternal antibodi yang lebih tinggi dibanding vaksin intermediate. Untuk vaksin intermediate plus seperti IBD Blen, angka breaktrough titer adalah 500 (Idexx-Elisa), sedangkan untuk vaksin intermediate seperti Bursa Blen M, angka breaktrough titer adalah 125 (Idexx-Elisa). Jika menggunakan vaksin yang lain, maka angka breaktrough titer didapat sesuai informasi dari produsen/distributor vaksin. Seperti BUR 706 yang tidak memiliki breaktrough titer, karena jenis antigen virus vaksin strain 706-nya yang tidak dapat dinetralisir oleh maternal antibodi, sehingga dapat dipergunakan tanpa harus mengetahui kondisi titer maternal antibodi dan dapat dipergunakan sebagai vaksin dini pada umur 1 hari. Seringkali hasil pemeriksaan serologis menunjukkan level titer yang rendah dan titer yang tidak seragam keseragaman, maka rumus perhitungan tersebut menyarankan untuk melakukan Dua Kali Vaksinasi.
Untuk kasus-kasus tersebut di atas, Peternak disarankan melakukan vaksinasi terhadap gumboro menggunakan BUR 706 dihari pertama, kemudian diberikan vaksin kedua IBD Blen pada kisaran umur 14 – 18 hari. Perhitungan perkiraan pelaksanaan vaksinasi gumboro tersebut didasarkan atas waktu paruh maternal antibodi yang dihitung berdasarkan uji netralisasi virus (VN test). Prinsip penggunaan Rumus perhitungan berlaku selama terdapat korelasi yang tepat antara waktu paruh sebagaimana dihasilkan uji Elisa dan Uji netralisasi virus.
Namun, ada 2 kendala yang terus berputar terkait dengan pelaksanaan dan penggunaan program perlindungan bursa tersebut. Hal pertama adalah sulitnya harga pronak yang terus berfluktuasi dan kadang berada dibawah harga pokok sehingga peternak berusaha menekan biaya serendah mungkin dan yang kedua adalah biaya sapronak (yang telah tertekan) sulit untuk lebih ditekan lagi. Contoh lebih mudahnya adalah untuk Program Perlidungan Pernafasan (misal untuk penyakit ND), peternak Broiler, umum menggunakan 2 kali vaksin aktif dan 1 kali vaksin in-aktif, sedangkan untuk Program Bursal Shield, peternak Broiler umumnya hanya menggunakan satu kali vaksin aktif, padahal tantangan virus lapang menuntut adanya Program Perlindungan Bursa yang serial, atau lebih dari satu kali penggunaan vaksin.
(Infovet, 2007).
3. Program vaksinasi Gumboro
Untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit Gumboro, PT Romindo Primavetcom sejak tahun 1992 telah memperkenalkan program vaksinasi terhadap penyakit gumboro (Bursal Shield Program) yang telah terbukti efektif untuk perlindungan terhadap penyakit Gumboro sehingga peternak terhindar dari kerugian. Program Perlindungan Bursa untuk ayam pedaging seperti tabel berikut :
Program Vaksinasi Gumboro untuk Broiler pada Daerah Resiko Tinggi dengan vvIBD :
Program I
Vaksinasi Awal : Menggunakan vaksin aktif BUR 706, pada umur 1 hari
Cara pemberian : spray, tetes mata.
Vaksinasi Penguat : Menggunakan vaksin aktif : Intermediate plus (IBD Blen), pada umur 14-18 hari
Cara pemberian : air minum, cekok mulut.
Program II
Vaksinasi Awal : Menggunakan vaksin aktif BUR 706, pada umur 1 hari,
Cara pemberian : spray, tetes mata.
Vaksinasi Penguat : Menggunakan vaksin in-aktif : IBD killed (Gumboriffa/Gumbopest) , pada umur minggu pertama
Cara pemberian : suntikan sub kutan
(Infovet, 2009).
4. Tindakan Pencegahan
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan dilakukan guna mencegah dan melakukan kontrol serta meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap serangan virus penyebab penyakit immunosupresi tersebut, diantaranya:
a. Menerapkan praktek manajemen yang baik, mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok ayam seperti udara yang kaya akan kandungan oksigennya, air yang berkualitas (bebas pencemaran logam berat dan mikroorganisme patogen serta pH-nya normal ; 6,5 – 7,2) dan Pakan yang berkualitas, dengan nilai gizi yang berimbang sesuai kebutuhan masing-masing tipe dan umur ayam.
b. Meningkatkan praktek sanitasi dan desinfeksi untuk menekan populasi dan keganasan virus penyebab Gumboro di lapangan.
c. Upayakan pemeliharaan ayam dengan system “ all in all out “ khususnya pada pemeliharaan ayam pedaging dan pada ayam petelur, sedapat mungkin pemeliharaanya dipisahkan dengan ayam remaja dengan jarak lokasi yang terpisah cukup jauh. Hal ini bertujuan mencegah penularan kedua penyakit tersebut dari ayam dewasa kepada ayam yang lebih muda.
d. Vaksinasi terhadap Gumboro dengan HIPRAGUMBORO-BPL2 atau HIPRAGUMBORO-I2 pada ayam induk, agar DOC yang dihasilkannya mempunyai kekebalan asal induk yang baik terhadap Gumboro. Tujuannya untuk memberikan perlindungan terhadap infeksi virus Gumboro asal lapangan pada 2 (dua) minggu pertama hidup anak ayam.
e. Vaksinasi dengan vaksin HIPRAGUMBORO-GM97 merupakan salah satu upaya pencegahan terhadap infeski virus penyebab Gumboro ganas (vv-IBD).
(Infovet, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Infovet, 2007. Pengebalan Terhadap Gumboro dengan Vaksin yang Tidak Menimbulkan Dampak Immunosupresi. http://blogspot.com/2007/09/pengebalan-terhadap-gumboro-dengan.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2009.
Infovet, 2009. Gumboro pada Ayam Broiler Modern. http://blogspot.com/2009/01/produk-dalam-negeri.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2009.
septina da nggk dalam bentuk makalah penyakit gumboro bs mnta dikirimin ke email ni
BalasHapushamzanwadi22@gmail.com
Cara Mengatasi dan Mengobati Penyakit Gumboro Pada Ayam – Kembali lagi di kanal informasi ilmu peternakan. Masih berkaitan Jika menggunakan cabai bubuk korea warnanya akan jauh lebih merah dan jika menggunakan cabai lokal warnanya tidak secerah cabai korea tapi rasanya lebih mantap.
BalasHapusCara Mengatasi dan Mengobati Penyakit gumboro Pada Ayam ciri ciri kelinci sakit Ufa Bunga SMartphone